Cari Blog Ini

Sabtu, 18 Desember 2010

Jangan Jadi "Miss Komplain"

Pernahkah Anda menghitung berapa kali Anda mengeluh dalam satu hari, mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Jika dibuat daftarnya, bisa jadi sepanjang hari itu kita lebih banyak mengeluh dari hal-hal yang sepele di rumah sampai hal-hal yang berat di tempat kerja atau di lingkungan tempat kita tinggal.

Suatu hal yang wajar jika sesekali kita mengeluh, karena sudah menjadi kodrat manusia suka berkelu kesah seperti disebutkan dalam Surat Al-Ma'arij ayat 19-21, "Sesungguhnya manusia itu diciptakan dengan sifat suka mengeluh. Apabila ditimpa musibah dia mengeluh dan apabila ditimpa kesenangan berupa harta ia jadi kikir." Tapi yang sering terjadi adalah, tidak ditimpa musibah pun kita kadang sering mengeluh. Jalanan macet kita mengeluh, padahal kita tahu bahwa kemacetan adalah pemandangan sehari-hari di kota Jakarta. Pekerjaan rumah tangga menumpuk karena tidak ada pembantu, kita mengeluh. Anak rewel, kita mengeluh. Tugas di kantor bertambah, kita mengeluh. Seolah semua hal jadi bahan keluhan.

Padahal kalau ditelaah, banyak hal-hal yang kita keluhkan hanyalah urusan dunia, karena ketidakpuasan kita terhadap hal-hal yang bersifat duniawi. Tapi manusia memang sudah terbiasa banyak mengeluh, hingga kadang lupa mensyukuri hal-hal yang kita anggap tidak penting padahal sangat penting. Sebut saja nikmat sehat. Pernahkah kita bersujud dan mengucap syukur dengan tulus karena Allah telah memberi nikmat sehat setiap hari sehingga kita bisa melakukan aktivitas dengan lancar. Jika pun ada hambatan, seharusnya tidak membuat kita jadi mengeluh tapi melihatnya sebagai ujian dan tantangan.

Sebagai makhluk yang lemah, setiap manusia tentu saja suatu waktu pernah mengeluh, sadar atau tidak sadar. Asalkan tidak menjadi kebiasaan dan akhirnya menjadi karakter yang bakal sulit dihapus dari kepribadian seseorang. Orang yang memiliki karakter suka mengeluh akan berdampak pada munculnya suasana yang tidak nyaman bagi lingkungan dan orang di sekitarnya. Pernahkah Anda berjumpa dengan orang yang tabiatnya suka mengeluh dan Anda merasakan sangat tidak nyaman bahkan jengkel berada di dekatnya.

Kita memang harus waspada dengan sifat suka mengeluh ini, jika tidak ingin sifat buruk ini menjelma menjadi bagian dari karakter. Untuk itu perlu latihan pengendalian diri agar tidak selalu melontarkan keluhan Bagaimana caranya?

1. Biasakan menyampaikan keluh kesah pada Allah semata
Ketika kita ditimpa kemalangan atau musibah, lebih baik kita menyampaikan keluh kesah dan kegundahan hati kita pada Allah Swt. Karena Dia-lah Yang Mahatahu segala persoalan dan kegundahan dalam jiwa kita. "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya," (QS Yusuf;86).

2. Kita bisa berkeluh kesah pada orang lain, hanya jika keluh kesah itu merupakan hal yang penting.
Ini mungkin berkaitan dengan upaya Anda untuk mendapatkan hak Anda, atau hak orang lain yang Anda kenal. Kadang memiliki keluhan dan menyampaikan keluhan pada orang lain itu penting, asalkan disampaikan dengan baik-baik dan tidak berlebihan.

3. Bicarakan solusi yang praktis
Daripada mengeluh tiada akhir, lebih baik memikirkan atau membicarakan solusi praktis atas permasalahan yang kita hadapi. Tidak ada masalah yang tidak bisa dicari solusinya. Jika menemui jalan buntu, mohonlah bantuan pada Allah Swt.

4. Jangan membesar-besarkan hal yang kecil
Anas bin Malik berkata, "Saya melayani Rasululullah Saw. selama dua puluh tahun dan beliau tidak pernah mengatakan 'ahh' pada saya. Dan beliau tidak pernah mengatakan apapun yang tidak saya lakukan, 'mengapa kamu tidak melakukannya?' atau apapun yang telah saya lakukan, 'mengapa engkau melakukan itu?'" (HR Muslim). Jadi biarkan saja hal-hal sepele yang tidak penting itu lenyap dan tidak lagi mengganggu pikiran kita.

5. Bicaralah tentang nikmat Allah
Daripada memilih membicarakan segala sesuatu yang salah dalam hidup Anda, pilihlah topik pembicaraan tentang hal-hal yang menyenangkan dalam hidup Anda. Dengan bersikap seperti ini, bukan hanya membantu Anda menghindar dari keluhan, tapi juga mematuhi perintah Allah untuk selalu mensyukuri nikmat Allah, "Lalu nikmat Allah manakah yang engkau dustakan?".

6. Ingatlah mereka yang kurang beruntung
Salah satu cara untuk menyentak kita kembali untuk melihat realitas dan menghargai berkah yang Allah berikan pada kita adalah mengingat mereka yang kurang beruntung dari kita.. Bacalah berita-berita tentang orang lain yang menderita di Asia, Afrika, dan seluruh dunia. Bacalah tentang kehidupan anak yatim piatu di Palestina, tentang kehidupan para tunawisma di lingkungan kita sendiri. Sesekali berinteraksilah dengan mereka dan jangan menenggelamkan diri dalam rasa putus asa, tetapi menggunakan cerita mereka sebagai alat untuk bersyukur dan bersyukur kepada Allah atas apa yang kita miliki.

7. Kurangi stres dalam hidup Anda
Kita mungkin mengeluh karena kita mengalami stres yang cukup berat dalam kehidupan ini. Anda perlu tempat untuk menyendiri. Berhentilah sejenak, carilah tempat yang tenang untuk bersantai, duduk di ruang yang gelap, tarik napas dalam-dalam selama beberapa menit, berjalan-jalan di luar rumah, mendengarkan lagu-lagu nasheed dan membaca beberapa Al Qur'an akan memberikan ketenangan bagi hati dan pikiran yang sedang tertekan.

8. Bacalah kisah-kisah dalam Sirah, catatlah bagian-bagian yang penting dan pengalaman para nabi, sahabat nabi dan generasi-generasi muslim di masa lalu, belajarlah dari pengalaman, sikap dan cara mereka menghadapi masalah.

9. Bicarakan masalah-masalah lain yang lebih penting
Misalnya hal-hal baru yang mengundang minat Anda untuk belajar, proyek-proyek untuk pekerjaan Anda atau pengalaman jalan-jalan melihat keindahan alam yang membuat Anda merenungkan keindahan ciptaan Yang Mahakuasa.

10. Ceritakan pengalaman-pengalaman lucu yang pernah Anda alami, asal bukan cerita bohong.
Ketika berkumpul bersama teman atau keluarga, akan lebih ceria jika kita mendengar cerita-cerita lucu daripada mendengar keluhan, yang mereka sendiri tidak bisa membantu memberikan jalan keluar. Ceritakanlah hal-hal ringan yang lucu dan berkesan yang pernah Anda alami, ini akan membuat suasana dan orang di sekeliling Anda lebih menyenangkan.

11. Kenali sikap suka mengeluh yang jadi kebiasaan
Perhatikanlah selalu perkataan kita dari waktu ke waktu, apakah kita merasakan bahwa mengeluh lebih merupakan kebiasaan dari suatu usaha yang berguna? Mengakui hal itu sebagai kebiasaan adalah langkah pertama yang penting untuk mulai melawan sikap suka mengeluh.

12. Cari lingkungan yang lebih baik
Apakah kita merasakan lebih banyak mengeluh jika kita berada di sekitar orang-orang tertentu? Mungkin itu karena kita tidak memiliki banyak kesamaan minat dengan orang-orang tersebut, atau karena mereka tidak tertarik untuk bersikap positif dan berterima kasih. Jika itu terjadi, maka sudah saatnya kita mencari lingkungan teman yang lebih baik.

13. Sedikit Bicara
Umumnya, jika kita sudah mencoba segala sesuatu yang kita pikirkan dan masih menemukan diri kita terlalu banyak mengeluh, mungkin itu karena kita sudah terlalu banyak bicara. Jangan biarkan setan yang mengarahkan kita untuk bicara hal-hal yang tidak berguna atau berbahaya. Pertahankanlah kelembaban lidah dengan selalu mengingat Allah. Bertobatlah kepada-Nya dan bershalawatlah atas nama Rasulullah Saw. sesering mungkin. (ln/sismagz)

I'm Muslimah and Very Happy

Bagaimana tidak bahagia, kalau dengan kemuslimahan ini kami masih tetap bisa melakukan banyak hal tanpa perlu melanggar aturanNya. Bagaimana tidak bahagia, kalau dengan kemuslimahan ini kami menjadi lebih baik dari hari ke hari dalam ketaatan karenaNya. Dan bagaimana kami tidak bahagia, karena semakin kami bangga dengan kemuslimahan ini, maka semakin Allah menyayangi kami.

Tahukah engkau apa artinya jika Allah telah sayang pada seseorang? Mari kita dengar firmanNya dalam sebuah hadits qudsi :

Berkata Abu Hurairah RA bahwasanya Nabi SAW bersabda :

Apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Dia Ta’ala memanggil Jibril AS seraya berfirman :

"Sesungguhnya Aku mencintai si Fulan maka cintailah dia.”

Beliau SAW kemudian bersabda :

Maka Jibril AS pun mencintainya. Kemudian Jibril memanggil terhadap penghuni langit : ‘Sesungguhnya Allah mencintai Fulan, maka cintailah ia.’ Maka seluruh penghuni langit mencintainya. Kemudian di bumi ia diterima.

Apabila Allah membenci seorang hamba, maka Dia Ta’ala memanggil Jibril AS seraya berfirman :

"Sesungguhnya Aku membenci si Fulan, maka bencilah ia"

Lalu ia dibenci oleh Jibril AS. Kemudian Jibril AS memanggil penghuni langit : ‘Sesungguhnya Allah membenci Fulan, maka bencilah kamu sekalian terhadapnya.'

Kemudian Beliau SAW bersabda : Kemudian ia di bumi dibenci oleh orang-orang.

[HQ. 3.5 Ditakhrijkan oleh Al-Bukhari, Muslim] [MZ74-79]

Lalu, apa lagi yang kurang dalam hidup ini jika Allah SWT, para malaikat, penghuni langit, dan penghuni bumi sedemikian istimewa menempatkan kita? Yakinlah, kita tak kan pernah merasa sendiri meski sedang seorang diri.

Akan selalu ada kebaikan dalam kebaikan tercipta, karena memang demikianlah keberkahan hidup terengkuh. Dan pastinya berbeda sekali dengan kedudukan orang kedua dalam hadits tersebut, dimana pasti menjadi pilihan berikutnya jika tak memilih pilihan sebelumnya, yaitu menjadi seseorang yang dicintai Allah SWT.

Jika jelas demikian, lalu alasan apa yang masih membuat sebagian dari kita enggan hidup dengan kemuslimahan ini?

Apa? Jadi muslimah itu ribet?

Apakah yang kau anggap ribet itu mengenakan kain penutup kepala yang lebar hingga menjuntai ke dada? Sementara itu adalah penjagaan terbaik dari Allah yang disebut hijab. Yang maknanya lebih dari sekedar kain penutup kepala. Yang dengannya engkau tak hanya aman, namun juga mengamankan mata dari yang bukan haknya.

Apakah yang kau sebut ribet itu harus memakai pakaian panjang longgar dan tidak transparan? Sementara justru itulah letak harga diri fisikmu. Pun demikian, kau juga aman dan mengamankan syahwat para lelaki tak kuat iman. Itulah yang disebut langkah preventif dari pintu perzinahan, terlebih (na’udzubillahi min dzalik) pemerkosaan.

Kalaupun toh memang ribet, hanya seribet itu kan? Ribet yang tak'kan membuat hidupmu sengsara. Sedikit kepanasan bukan masalah besar, toh akan menjadi sangat biasa jika kau mengenakannya tiap hari.

Ah, jika kita bicara ribet, bukankah shalat lima waktu itu lebih ribet dari pada yang “sembahyang” sepekan sekali? Jangan-jangan kau mengatakan shalat lima waktu juga ribet? Ups, maaf… bukan bermaksud su’udzan, hanya selintas pikiran yang tiba-tiba muncul sebagai bahan perbandingan.

***

Apa? Jadi muslimah itu sulit?

Hei, jangan membuatku tertawa. Bukannya justru sangat simple dan sangat nyaman dengan apa yang ada. Tidak perlu punya se-tas make-up tuk memoles wajah agar tetap terlihat cantik menarik, toh wanita bukanlah benda pajangan yang harus menarik perhatian. Kita sedang tidak jualan diri kawan! Tapi kita sedang hidup dengan akal, hati, dan jasad kita sebagai manusia yang bemartabat.

Muslimah tidak perlu update fashion hanya agar tidak dibilang kampungan dan ketinggalan jaman. Karena pakaian takwa ini adalah model yang tidak pernah lekang dimakan jaman. Akan tetap seperti ini dari dulu dan sampai kapanpun. Kenapa bisa demikian? Karena acuan syarat pakaian takwa ini sudah dipatenkan langsung dari yang menciptakan jaman, yang tentu saja lebih tahu tentang perkembangan jaman. Acuan syarat yang jauh lebih valid dan sempurna, karena juga diperhatikan efek samping untuk diri sendiri maupun untuk orang di sekitar.

Jadi, apanya yang sulit? Oh, apakah tidak bersentuhannya dengan lawan jenis yang bukan mahram, meskipun hanya berjabat tangan itu yang disebut sulit? Ketahuilah, bahwa justru itulah bagian dari istimewanya muslimah. Tak disentuh selain pada yang sudah berhak. Dengan garis jelas antara haram dan halal.

Dan siapa bilang sulit? Hanya perlu sedikit bersiasat agar tetap aman dan nyaman. Misalnya engkau hanya perlu menelangkupkan kedua tangan di depan dada, sedikit tersenyum sambil berucap, “Maaf, saya sudah wudhu.” kalau ketemu lawan dan suasana yang tidak kondusif untuk menjelaskan bahwa memang selain mahram dilarang bersentuhan. Karena tidak bisa dipungkiri masih banyak yang “belum bisa menerima” bahkan ada yang belum mengerti tentang hukum yang satu ini, dimana pernah dikisahkan bahwa Nabi SAW lebih memilih ditusuk dengan besi panas dari pada menyentuh wanita yang bukan mahram.

Dan ini sedang tidak berbohong, karena kalimat bentuk lampaunya tidak menjelaskan kapan waktu wudhunya, “sudah wudhu” bisa berdurasi sejam yang lalu, sehari yang lalu, seminggu yang lalu, sebulan yang lalu, atau kalau perlu setahun yang lalu. Jadi, kalau masih juga bilang sulit, itu tandanya sih kurang kreatif saja kali ya?

***

Apa? Jadi muslimah itu kudu pinter ngaji? Banyak tahu tentang hukum agama? Tidak boleh tertawa cekakan? Tidak boleh teriak-teriak? Tidak boleh jutek? Tidak boleh bla, bla, bla…

Ayolah kawan, jangan lagi cari alasan, karena semakin banyak alasan semakin menunjukkan kualitas diri, pun semakin menunjukkan kesalahan. Semuanya ada awal mulanya, semua ada proses dan alurnya. Engkau hanya perlu satu kata kunci sukses menjadi muslimah, yaitu taat. Bahasa Al-Qur’an-nya sih sami’na wa atha’na. Karena demikianlah sikap dan sifat para sahabat/sahabiyah dahulu ketika menerima ketentuan syari’at dari untaian tutur sang Nabi SAW.

Taatlah niscaya akan bahagia. Bukan bahagia yang semu, bukan bahagia yang dibayangi kekhawatiran takut kehilangan kebahagiaan itu sendiri. Tapi ini bahagia yang menghujam ke dasar kalbu. Bahagia yang membahagiakan. Karena hanya ada kata sabar dan syukur di dalamnya, yang bermula dari rasa yang sama; percaya akan kebaikan-kebaikan di setiap takdirNya. Tak ada umpatan, keluhan, apalagi penyesalan tentang kehidupan.

Jadi jika demikian tentang kebahagian itu, maka kamilah yang paling lantang berkata, “I’m muslimah and very happy.”

Islam Koq Pacaran

Gimana sich sebenernya pacaran itu, enak ngga' ya? Bahaya ngga' ya ? Apa bener pacaran itu harus kita lakukan kalo mo nyari pasangan hidup kita ? Apa memang bener ada pacaran yang Islami itu, dan bagaimana kita menyikapi hal itu?

Memiliki rasa cinta adalah fitrah

Ketika hati udah terkena panah asmara, terjangkit virus cinta, akibatnya...... dahsyat man...... yang diinget cuma si dia, pengen selalu berdua, akan makan inget si dia, waktu tidur mimpi si dia. Bahkan orang yang lagi fall in love itu rela ngorbanin apa aja demi cinta, rela ngelakuin apa aja demi cinta, semua dilakukan agar si dia tambah cinta. Sampe' akhirnya....... pacaran yuk. Cinta pun tambah terpupuk, hati penuh dengan bunga. Yang gawat lagi, karena pengen bukti'in cinta, bisa buat perut buncit (hamil). Karena cinta diputusin bisa minum baygon. Karena cinta ditolak .... dukun pun ikut bertindak.

Sebenarnya manusia secara fitrah diberi potensi kehidupan yang sama, dimana potensi itu yang kemudian selalu mendorong manusia melakukan kegiatan dan menuntut pemuasan. Potensi ini sendiri bisa kita kenal dalam dua bentuk. Pertama, yang menuntut adanya pemenuhan yang sifatnya pasti, kalo ngga' terpenuhi manusia bakalan binasa. Inilah yang disebut kebutuhan jasmani (haajatul 'udwiyah), seperti kebutuhan makan, minum, tidur, bernafas, buang hajat de el el. Kedua, yang menuntut adanya pemenuhan aja, tapi kalo' kagak terpenuhi manusia ngga' bakalan mati, cuman bakal gelisah (ngga' tenang) sampe' terpenuhinya tuntutan tersebut, yang disebut naluri atau keinginan (gharizah). Kemudian naluri ini di bagi menjadi 3 macam yang penting yaitu :
Gharizatul baqa' (naluri untuk mempertahankan diri) misalnya rasa takut, cinta harta, cinta pada kedudukan, pengen diakui, de el el.
Gharizatut tadayyun (naluri untuk mensucikan sesuatu/ naluri beragama) yaitu kecenderungan manusia untuk melakukan penyembahan/ beragama kepada sesuatu yang layak untuk disembah.
Gharizatun nau' (naluri untuk mengembangkan dan melestarikan jenisnya) manivestasinya bisa berupa rasa sayang kita kepada ibu, temen, sodara, kebutuhan untuk disayangi dan menyayangi kepada lawan jenis.

Pacaran dalam perspektif islam

In fact, pacaran merupakan wadah antara dua insan yang kasmaran, dimana sering cubit-cubitan, pandang-pandangan, pegang-pegangan, raba-rabaan sampai pergaulan ilegal (seks). Islam sudah jelas menyatakan: "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (Q. S. Al Isra' : 32)

Seringkali sewaktu lagi pacaran banyak aktivitas laen yang hukumnya wajib maupun sunnah jadi terlupakan. Sampe-sampe sewaktu sholat sempat teringat si do'i. Pokoknya aktivitas pacaran itu dekat banget dengan zina. So....kesimpulannya PACARAN ITU HARAM HUKUMNYA, and kagak ada legitimasi Islam buatnya, adapun beribu atau berjuta alasan tetep aja pacaran itu haram.

Adapun resep nabi yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas'ud: "Wahai generasi muda, barang siapa di antara kalian telah mampu seta berkeinginan menikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan pandangan mata dan memelihara kemaluan. Dan barang siapa diantara kalian belum mampu, maka hendaklah berpuasa, karena puasa itu dapat menjadi penghalang untuk melawan gejolak nafsu."(HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Majjah, dan Tirmidzi).

Jangan suka mojok atau berduaan ditempat yang sepi, karena yang ketiga adalah syaiton. Seperti sabda nabi: "Janganlah seorang laki-laki dan wanita berkhalwat (berduaan di tempat sepi), sebab syaiton menemaninya, janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan wanita, kecuali disertai dengan mahramnya." (HR. Imam Bukhari Muslim).

Dan untuk para muslimah jangan lupa untuk menutup aurotnya agar tidak merangsang para lelaki. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya." (Q. S. An Nuur : 31).

Dan juga sabda Nabi: "Hendaklah kita benar-benar memejakamkan mata dan memelihara kemaluan, atau benar-benar Allah akan menutup rapat matamu."(HR. Thabrany).

Yang perlu di ingat bahwa jodoh merupakan QADLA' (ketentuan) Allah, dimana manusia ngga' punya andil nentuin sama sekali, manusia cuman dapat berusaha mencari jodoh yang baik menurut Islam

Pacaran Menurut Islam

Gimana sich sebenernya pacaran itu, enak ngga' ya? Bahaya ngga' ya ? Apa bener pacaran itu harus kita lakukan kalo mo nyari pasangan hidup kita ? Apa memang bener ada pacaran yang Islami itu, dan bagaimana kita menyikapi hal itu?

Memiliki rasa cinta adalah fitrah

Ketika hati udah terkena panah asmara, terjangkit virus cinta, akibatnya...... dahsyat man...... yang diinget cuma si dia, pengen selalu berdua, akan makan inget si dia, waktu tidur mimpi si dia. Bahkan orang yang lagi fall in love itu rela ngorbanin apa aja demi cinta, rela ngelakuin apa aja demi cinta, semua dilakukan agar si dia tambah cinta. Sampe' akhirnya....... pacaran yuk. Cinta pun tambah terpupuk, hati penuh dengan bunga. Yang gawat lagi, karena pengen bukti'in cinta, bisa buat perut buncit (hamil). Karena cinta diputusin bisa minum baygon. Karena cinta ditolak .... dukun pun ikut bertindak.

Sebenarnya manusia secara fitrah diberi potensi kehidupan yang sama, dimana potensi itu yang kemudian selalu mendorong manusia melakukan kegiatan dan menuntut pemuasan. Potensi ini sendiri bisa kita kenal dalam dua bentuk. Pertama, yang menuntut adanya pemenuhan yang sifatnya pasti, kalo ngga' terpenuhi manusia bakalan binasa. Inilah yang disebut kebutuhan jasmani (haajatul 'udwiyah), seperti kebutuhan makan, minum, tidur, bernafas, buang hajat de el el. Kedua, yang menuntut adanya pemenuhan aja, tapi kalo' kagak terpenuhi manusia ngga' bakalan mati, cuman bakal gelisah (ngga' tenang) sampe' terpenuhinya tuntutan tersebut, yang disebut naluri atau keinginan (gharizah). Kemudian naluri ini di bagi menjadi 3 macam yang penting yaitu :
Gharizatul baqa' (naluri untuk mempertahankan diri) misalnya rasa takut, cinta harta, cinta pada kedudukan, pengen diakui, de el el.
Gharizatut tadayyun (naluri untuk mensucikan sesuatu/ naluri beragama) yaitu kecenderungan manusia untuk melakukan penyembahan/ beragama kepada sesuatu yang layak untuk disembah.
Gharizatun nau' (naluri untuk mengembangkan dan melestarikan jenisnya) manivestasinya bisa berupa rasa sayang kita kepada ibu, temen, sodara, kebutuhan untuk disayangi dan menyayangi kepada lawan jenis.

Pacaran dalam perspektif islam

In fact, pacaran merupakan wadah antara dua insan yang kasmaran, dimana sering cubit-cubitan, pandang-pandangan, pegang-pegangan, raba-rabaan sampai pergaulan ilegal (seks). Islam sudah jelas menyatakan: "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (Q. S. Al Isra' : 32)

Seringkali sewaktu lagi pacaran banyak aktivitas laen yang hukumnya wajib maupun sunnah jadi terlupakan. Sampe-sampe sewaktu sholat sempat teringat si do'i. Pokoknya aktivitas pacaran itu dekat banget dengan zina. So....kesimpulannya PACARAN ITU HARAM HUKUMNYA, and kagak ada legitimasi Islam buatnya, adapun beribu atau berjuta alasan tetep aja pacaran itu haram.

Adapun resep nabi yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas'ud: "Wahai generasi muda, barang siapa di antara kalian telah mampu seta berkeinginan menikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan pandangan mata dan memelihara kemaluan. Dan barang siapa diantara kalian belum mampu, maka hendaklah berpuasa, karena puasa itu dapat menjadi penghalang untuk melawan gejolak nafsu."(HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Majjah, dan Tirmidzi).

Jangan suka mojok atau berduaan ditempat yang sepi, karena yang ketiga adalah syaiton. Seperti sabda nabi: "Janganlah seorang laki-laki dan wanita berkhalwat (berduaan di tempat sepi), sebab syaiton menemaninya, janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan wanita, kecuali disertai dengan mahramnya." (HR. Imam Bukhari Muslim).

Dan untuk para muslimah jangan lupa untuk menutup aurotnya agar tidak merangsang para lelaki. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya." (Q. S. An Nuur : 31).

Dan juga sabda Nabi: "Hendaklah kita benar-benar memejakamkan mata dan memelihara kemaluan, atau benar-benar Allah akan menutup rapat matamu."(HR. Thabrany).

Yang perlu di ingat bahwa jodoh merupakan QADLA' (ketentuan) Allah, dimana manusia ngga' punya andil nentuin sama sekali, manusia cuman dapat berusaha mencari jodoh yang baik menurut Islam

Kamis, 16 Desember 2010

Siapakah Yang Engkau Maksiati..?

Dalam mengarungi bahtera kehidupan ini, kita melihat bahwa manusia terbagi menjadi dua golongan;

Golongan pertama adalah manusia… lingkungan… masyarakat yang cinta kebaikan… gemar melakukan kebajikan… suka dalam menjalani kema’rufan…

Golongan kedua adalah manusia… lingkungan… masyarakat yang cinta kejelekan… gemar melakukan keburukan… suka dalam menjalani kemunkaran, maksiat dan dosa…

Yach… demikianlah lingkungan di sekitar kita…

Ingat…! Allah Ta’ala telah memberikan peringatan kepada kita dengan tegas nan jelas… bahwa musibah akan terjadi karena kemaksiatan yang dilakukan, tidak hanya menimpa para pelaku saja tapi akan menyeluruh kepada masyarakat sekitarnya… Allah menyatakan :

وَاتَّقُوْا فِتْنَةً لاَ تُصِيْبَنَّ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ . (الأنفال : 25)

Artinya :

“Dan takutlah kalian terhadap fitnah (musibah, petaka, bencana, siksa) yang benar-benar tidak hanya menimpa orang-orang dhalim di antara kalian secara khusus. Dan ketahuilah bahwasanya Allah Maha dahsyat siksa-Nya.”

Subhanallah sungguh peringatan yang Allah berikan bukanlah sebuah omong kosong yang tak bisa terjadi… yang tak mungkin terlaksana… sungguh janji Allah adalah sebenar-benar janji dan pasti terjadi… musibah pasti akan datang silih berganti… petaka pasti akan menimpa kita punya negeri… bencana pasti akan terjadi di sana-sini… siksa Allah pasti akan meluluhlantakkan bumi pertiwi ini… bila kemunkaran dilakukan… bila maksiat dibiarkan… bila dosa diacuhkan… bila pelakunya diagungkan… bila perbuatannya didukung dan dikendalikan… sungguh musibah akan menimpa diri kita semua…

Lalu bagaimana dengan diri kita, yang mengaku para pecinta kebenaran, para pendukung kema’rufan, para penggemar kebajikan, para pelaku kebaikan… Apakah kehidupan kita sudah terlepas dari kemunkaran…? Apakah amal baik kita sudah terbebas dari dosa…? Apakah kelakuan kita sehari-hari sudah murni tanpa kesalahan dan keburukan…? Sungguh naif bila kita mengaku sebagai pasukan pembasmi kemunkaran bila justru diri kita terjerumus dalam dosa dan maksiat… Sungguh jelek bila kita mengaku cinta kema’rufan bila diri kita masih terlena dengan bujuk rayu wanita dan harta… Sungguh dhalim bila kita mengaku gemar melakukan kebajikan bila diam-diam kita menjalani kejelekan dan keburukan… atau bahkan justru kitalah yang menjadi kunci atas turunnya musibah… karena kita tahu dan berilmu tapi justru kita melanggar dan melakukan maksiat… kita tidak mengamalkan ilmu yang kita peroleh dari guru-guru kita…

Yach… memang manusia sulit untuk terlepas dari lupa dan salah… sulit bagi manusia untuk terbebas dari kejelekan dan keburukan… kecuali bagi mereka yang Allah lindungi… mereka yang diberi Rahmat oleh Allah… mereka yang senantiasa ingat kepada Allah… mereka yang selalu menjaga diri dari keburukan dan kejelekan sekecil apapun…

Sungguh indah nasehat Ulama salaf kita…

لاَ تَنْظُرْ إِلَى صِغَرِ الْخَطِيْئَةْ … … … وَلكِنْ اُنْظُرْ إِلَى مَنْ عَصَيْتَهْ

Janganlah engkau melihat akan kecilnya suatu kesalahan……

Akan tetapi lihatlah kepada siapa engkau bermaksiat……

Subhanallah sungguh indah nasehat ini…

Kepada kalian yang cinta kema’rufan…

Kepada kalian yang benci kemunkaran…

Semoga kehadiran nasehat ulama salaf di atas dapat menjadi renungan…

Yach…

janganlah engkau melihat akan kecilnya suatu dosa…

janganlah engkau melihat akan remehnya suatu kesalahan…

janganlah engkau melihat akan sepelenya suatu maksiat…

jangan…!!!

tapi lihatlah kepada siapa engkau bermaksiat…

Allah… Dia yang sedang engkau maksiati…

Allah… Dia yang sedang engkau durhakai…

Allah… Dzat yang telah menciptakanmu… justru engkau sedang melanggar aturan-aturannya…

Lihatlah… perhatikanlah… siapa yang sedang engkau maksiati… saudara…!

Astagfirullahal adzim min kulli dzanbil adzim…

Sudah sepantasnya bagi kita semua ya ikhwah untuk menjaga diri kita… keluarga kita… masyarakat kita… negeri kita… dari kemaksiatan, dosa, keburukan, kesalahan, dan kemunkaran…

Dimanakah Hati Kita Berlabuh?

Saudaraku…!

Allah telah ciptakan manusia ini dengan banyak kemampuan yang ia miliki.

Ia berikan banyak fasilitas yang ada pada tubuh manusia. Dengan tangannya, manusia mampu membuat sesuatu yang menakjubkan. Dengan otaknya, ia mencetuskan teori-teori pengetahuan yang begitu luar biasa.

Namun, marilah kita amati salah satu dari sekian kemampuan kita, yaitu kemampuan berpikir, melihat dan mendengar!

Saudaraku…!

Dalam sebuah ayat-Nya. Allah swt berfirman :

قُلْ هُوَ الَّذِيْ أَنْشَأَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَاْلأَبْصَارَ وَاْلأَفْئِدَةَ قَلِيْلاً مَا تَشْكُرُوْنَ

“Katakanlah! Dia (Allah) yang telah menciptakan kalian, dan Ia jadikan bagi kalian pendengaran, penglihatan dan hati (pikiran). (namun) Amat sedikit yang kalian syukuri.”

Qs. Al-Mulk (67) : 23

Allah swt menyebut pendengaran dan penglihatan sebelum pikiran, karena demikianlah proses berpikir manusia. Ya… melihat, mendengar lalu berfikir. Dan melihat, mendengar serta berpikir dalam ayat ini berkaitan dengan status kita di hadapan Allah kelak, saudaraku…

Bagaimana reaksi kita tatkala melihat tanda-tanda kebesaran Allah yang amat banyak di sekitar kita? atau ketika kita mendengar ayat-ayat-Nya? Dan bagaimana sikap kita saat Allah melimpahruahkan harta kepada kita? Dan bagaimana sikap kita saat Ia “cicipkan” sedikit__ azab-Nya yang berwujud musibah?

Saudaraku…!

Tak salah kalau sebuah pepatah Inggris mengatakan, “Heart is King” (hati adalah raja). Karena hati inilah yang menentukan segala perbuatan kita.

Bila hati seseorang itu “berlabuh” kepada Allah ia selalu beribadah, berzikir dan berdo’a, ia tak pernah melupakan-Nya, niscaya ia menjadi hati yang lembut, baik dan meridhakan Pemeliharanya.

Sebaliknya, hati yang selalu bermaksiat, lalai, meremehkan, bahkan berani menentang Allah atau enggan mendengarkan ayat-ayat suci-Nya, maka tak ubahnya ia adalah hati yang culas, jahat, yang selalu membuat murka Penciptanya. Dan itulah, hati yang ‘’berlabuh’’ kepada rayuan syaithan pujaanya.

Saudaraku…!

Kini, sudah saatnya kita introspeksi diri, mengamati kondisi kita masing-masing!

Mungkinkah terlampau jauh dari-Nya? Dimanakah hati kita “berlabuh’’? Di “pelabuhan’’ Allah-kah…? Atau di “pelabuhan” syaithan terkutuk?

Andaikan hati kita telah lama membengkok, marilah kita benahi dan luruskan kembali! Marilah kita mohon ampunan-Nya, ridha-Nya dan belas kasih-Nya!

Saudaraku…!

Akhir kata, tiada air mata yang lebih mulia kecuali tatkala ia menetes karena menyesali segala dosa… tatkala kita bersimpuh, bertaubat atas “kebengkokan’’ hati kita selama ini.

” وَ اسْتَغْفِرُوا اللهَ إِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ “

‘’Dan mohonlah ampun kalian kepada Allah, sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’’

QS. Al-muzzammil (73) : 20

Iri Dan Dengki….., Kenali Kemudian Jauhi !!!

Sebagian manusia tidak mampu mengelakkan dirinya dari sifat iri dan dengki. Dengki kepada rekan yang baru naik jabatan, dengki kepada tetangga yang punya mobil mewah, dengki kepada saudara yang anaknya sarjana dan dengki kepada seorang ustadz yang memiliki murid yang pintar dan lain sebagainya.

Dan sungguh tidak bisa dibayangkan, ketika abad globalisasi dan keterbukaan yang telah mulai membuka pintunya akan semakin memberikan peluang untuk membuka ‘kran hati’ untuk saling mendengki. Karena ukuran globalisasi identik dengan materi. Orang pun semakin tak bisa mengendalikan hati.

Rasa dengki dan iri baru tumbuh manakala orang lain menerima nikmat. Biasanya jika seseorang mendapatkan nikmat, maka akan ada dua sikap pada manusia. Pertama, ia benci terhadap nikmat yang diterima kawannya dan senang bila nikmat itu hilang daripadanya. Sikap inilah yang disebut hasud, dengki dan iri hati. Kedua, ia tidak menginginkan nikmat itu hilang dari kawannya, tapi ia berusaha keras bagaimana mendapatkan nikmat semacam itu. Sikap kedua ini dinamakan ghibthah (keinginan). Yang pertama itulah yang dilarang sedang yang kedua diperbolehkan.

Beberapa Kisah Al Qur’an tentang Orang-orang yang Dengki

Dalam bahasa sarkasme, orang pendengki adalah orang yang senang melihat orang lain dilanda bencana, dan itu disebut syamatah. Syamatah dengan hasad selalu berkait dan berkelindan. Dari sini kita tahu, betapa jahat seorang pendengki, ia tidak rela melihat orang lain bahagia, sebaliknya ia bersuka cita melihat orang lain bergelimang lara. Allah Ta’ala menggambarkan sikap dengki ini dalam firmanNya, yang artinya: “Bila kamu memperoleh kebaikan, maka hal itu menyedihkan mereka, dan kalau kamu ditimpa kesusahan maka mereka girang karenanya.” (QS. Ali Imran: 120)

Dengki juga merupakan sikap orang-orang ahli Kitab. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya: “Kebanyakan orang-orang ahli Kitab menginginkan supaya mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, disebabkan karena kedengkian (hasad) yang ada dalam jiwa mereka.” (QS. Al Baqarah: 109)

Kedengkian saudara-saudara Yusuf kepada dirinya mengakibatkan sebagian dari mereka ingin menghabisi nyawa saudaranya sendiri, Yusuf ‘Alaihis Salam. Allah Ta’ala mengisahkan dalam firmanNya, yang artinya: “(Yaitu) ketika mereka berkata: Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai ayah kita daripada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata. Bunuhlah Yusuf atau buanglah ia ke suatu daerah (yang tak dikenal) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik.” (QS. Yusuf: 8 – 9)

Terhadap orang-orang pendengki tersebut Allah Ta’ala dengan keras mencela: “Apakah mereka dengki kepada manusia lantaran karunia yang Allah berikan kepadanya?” (QS. An Nisaa’: 54)

Sebab-sebab Dengki

Rasa dengki pada dasarnya tidak timbul kecuali karena kecintaan kepada dunia. Dan dengki biasanya banyak terjadi di antara orang-orang terdekat; antar keluarga, antarteman sejawat, antar tetangga dan orang-orang yang berde-katan lainnya. Sebab rasa dengki itu timbul karena saling berebut pada satu tujuan. Dan itu tak akan terjadi pada orang-orang yang saling berjauhan, karena pada keduanya tidak ada ikatan sama sekali.

Adapun orang yang mencintai akhirat, yang mencintai untuk mengetahui Allah, malaikat-malaikat, nabi-nabi dan kerajaanNya di langit maupun di bumi maka mereka tidak akan dengki kepada orang yang mengetahui hal yang sama. Bahkan sebaliknya, mereka malah mencintai bahkan bergembira terhadap orang-orang yang mengetahuiNya. Karena maksud mereka adalah mengetahui Allah dan mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisiNya. Dan karena itu, tidak ada kedengkian di antara mereka.

Kecintaan kepada dunia yang mengakibatkan dengki antarsesama disebabkan oleh banyak hal. Di antaranya karena permusuhan. Ini adalah penyebab kedengkian yang paling parah. Ia tidak suka orang lain menerima nikmat, karena dia adalah musuhnya. Diusahakanlah agar jangan ada kebajikan pada orang tersebut. Bila musuhnya itu mendapat nikmat, hatinya menjadi sakit karena bertentangan dengan tujuannya. Permusuhan itu tidak saja terjadi antara orang yang sama kedudukannya, tetapi juga bisa terjadi antara atasan dan bawahannya. Sehingga sang bawahan misalnya, selalu berusaha menggoyang kekuasaan atasannya.

Sebab kedua adalah ta’azzuz (merasa paling mulia). Ia keberatan bila ada orang lain melebihi dirinya. Ia takut apabila koleganya mendapatkan kekuasaan, pengetahuan atau harta yang bisa mengungguli dirinya.

Sebab ketiga, takabbur atau sombong. Ia memandang remeh orang lain dan karena itu ia ingin agar dipatuhi dan diikuti perintahnya. Ia takut apabila orang lain memperoleh nikmat, berbalik dan tidak mau tunduk kepadanya. Termasuk dalam sebab ini adalah kedengkian orang-orang kafir Quraisy kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang seorang anak yatim tapi kemudian dipilih Allah untuk menerima wahyuNya. Kedengkian mereka itu dilukiskan Allah Ta’ala dalam firmanNya, yang artinya: “Dan mereka berkata: Mengapa Al Qur’an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Makkah dan Thaif) ini?” (QS. Az Zukhruf: 31) Maksudnya, orang-orang kafir Quraisy itu tidak keberatan mengikuti Muhammad, andai saja beliau itu keturunan orang besar, tidak dari anak yatim atau orang biasa.

Sebab keempat, merasa ta’ajub dan heran terhadap kehebatan dirinya. Hal ini sebagaimana yang biasa terjadi pada umat-umat terdahulu saat menerima dakwah dari rasul Allah. Mereka heran manusia yang sama dengan dirinya, bahkan yang lebih rendah kedudukan sosialnya, lalu menyandang pangkat kerasulan, karena itu mereka mendengki-nya dan berusaha menghilangkan pangkat kenabian tersebut sehingga mereka berkata: “Adakah Allah mengutus manusia sebagai rasul?” (QS. Al-Mu’minun: 34). Allah Ta’ala menjawab keheranan mereka dengan firmanNya, yang artinya: “Dan apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepada kamu peringatan dari Tuhanmu dengan perantaraan seorang laki-laki dari golonganmu agar dia memberi peringatan kepadamu ?” (QS. Al A’raaf: 63)

Sebab kelima, takut mendapat saingan. Bila seseorang menginginkan atau mencintai sesuatu maka ia khawatir kalau mendapat saingan dari orang lain, sehingga tidak terkabullah apa yang ia inginkan. Karena itu setiap kelebihan yang ada pada orang lain selalu ia tutup-tutupi. Bila tidak, dan persaingan terjadi secara sportif, ia takut kalau dirinya tersaingi dan kalah. Dalam hal ini bisa kita misalkan dengan apa yang terjadi antardua wanita yang memperebutkan seorang calon suami, atau sebaliknya. Atau sesama murid di hadapan gurunya, seorang alim dengan alim lainnya untuk mendapatkan pengikut yang lebih banyak dari lainnya, dan sebagainya.

Sebab keenam, ambisi memimpin (hubbur riyasah). Hubbur riyasah dengan hubbul jah (senang pangkat/kedudukan) adalah saling berkaitan. Ia tidak menoleh kepada kelemahan dirinya, seakan-akan dirinya tak ada tolok bandingnya. Jika ada orang di pojok dunia ingin menandingi-nya, tentu itu menyakitkan hatinya, ia akan mendengkinya dan menginginkan lebih baik orang itu mati saja, atau paling tidak hilang pengaruhnya.

Sebab ketujuh, kikir dalam hal kebaikan terhadap sesama hamba Allah. Ia gembira jika disampaikan khabar pada-nya bahwa si fulan tidak berhasil dalam usahanya. Sebaliknya ia merasa sedih jika diberitakan, si fulan berhasil mencapai kesuksesan yang dicarinya. Orang sema-cam ini senang bila orang lain terbelakang dari dirinya, seakan-akan orang lain itu mengambil dari milik dan simpanannya. Ia ingin meskipun nikmat itu tidak jatuh padanya, agar ia tidak jatuh pada orang lain. Ia tidak saja kikir dengan hartanya sendiri, tetapi kikir dengan harta orang lain. Ia tidak rela Allah memberi nikmat kepada orang lain. Dan inilah sebab kedengkian yang banyak terjadi.

Terapi Mengobati Dengki

Hasad atau dengki adalah penyakit hati yang paling berbahaya. Dan hati tidak bisa diobati kecuali dengan ilmu dan amal. Ilmu tentang dengki yaitu hendaknya kita ketahui bahwa hasad itu sangat membahayakan kita, baik dalam hal agama maupun dunia. Dan bahwa kedengkian itu setitikpun tidak membahayakan orang yang didengki, baik dalam hal agama atau dunia, bahkan ia malah memetik manfaat darinya. Dan nikmat itu tidak akan hilang dari orang yang kita dengki hanya karena kedengkian kita. Bahkan seandainya ada orang yang tidak beriman kepada hari Kebangkitan, tentu lebih baik baginya meninggalkan sifat dengki daripada harus menanggung sakit hati yang berkepan-jangan dengan tiada manfaat sama sekali, apatah lagi jika kemudian siksa akhirat yang sangat pedih menanti?

Bahkan kemenangan itu ada pada orang yang didengki, baik untuk agama maupun dunia. Dalam hal agama, orang itu teraniaya oleh Anda, apalagi jika kedengkian itu tercermin dalam kata-kata, umpatan, penyebaran rahasia, kejelekan dan lain sebagainya. Dan balasan itu akan dijumpai di akhirat. Adapun kemenang-annya di dunia adalah musuhmu bergembira karena kesedihan dan kedengkianmu itu.

Adapun amal yang bermanfaat yaitu hendaknya kita melakukan apa yang merupakan lawan dari kedengkian. Misalnya, jika dalam jiwa kita ada iri hati kepada seseorang, hendaknya kita berusaha untuk memuji perbuatan baiknya, jika jiwa ingin sombong, hendaknya kita melawannya dengan rendah hati, jika dalam hati kita terbetik keinginan menahan nikmat pada orang lain maka hendaknya kita berdo’a agar nikmat itu ditambahkan. Dan hendaknya kita teladani perilaku orang-orang salaf yang bila mendengar ada orang iri padanya, maka mereka segera memberi hadiah kepada orang tersebut. Dan sebagai penutup tulisan ini, ada baiknya kita renungkan kata-kata Ibnu Sirin: “Saya tidak pernah mendengki kepada seorangpun dalam urusan dunia, sebab jika dia penduduk Surga, maka bagaimana aku menghasudnya dalam urusan dunia sedangkan dia berjalan menuju Surga. Dan jika dia penduduk Neraka, bagaimana aku menghasud dalam urusan dunianya sementara dia sedang berjalan menuju ke Neraka.”

(Sumber Rujukan: Al Qur’an)

Sholat Khusyu’ – Mungkinkah Sekedar Impian ?

MediaMuslim.Info – Secara etimologi (bahasa), al-khusyu’ memiliki makna al-khudhû’ (tunduk). Seseorang dikatakan telah mengkhusyu’kan matanya jika dia telah menundukkan pandangan matanya. Secara terminologi (istilah syar’i) al-khusyu’ adalah seseorang melaksanakan shalat dan merasakan kehadiran Alloh Subhannahu wa Ta’ala yang amat dekat kepadanya, sehingga hati dan jiwanya merasa tenang dan tentram, tidak melakukan gerakan sia-sia dan tidak menoleh. Dia betul-betul menjaga adab dan sopan santun di hadapan Alloh Subhannahu wa Ta’ala. Segala gerakan dan ucapannya dia konsentrasikan mulai dari awal shalat hingga shalatnya berakhir.

Berikut firman Alloh Subhannahu wa Ta’ala tentang sholat yang khusyu’, yang artinya: “Yaitu orang-orang yang khusyu’ didalam sholatnya” (QS: Al-Mu’minun:2). Ayat tersebut ditafsirkan oleh Ibnu Abbâs Radhiallaahu anhu bahwa: “Orang-orang yang khusyu’ adalah orang-orang yang takut lagi penuh ketenangan”. Dan Ali Bin Abi Thalib berkata bahwa ”Yang dimaksud dengan khusyu’ dalam ayat ini adalah kekhusyu’an hati”.

Kiat-kiat yang dilakukan sebelum melaksanakan shalat.
Sebelum memulai ibadah shalat maka perhatikanlah kiat-kiat berikut ini:

Menjawab seruan adzan dengan lafazh sebagaimana yang dikumandang kan oleh muadzin kecuali lafazh: “hayya ‘alash shalah dan hayya ‘alal falâh” maka jawabannya adalah “lâ haula walâ quwwata illa billâh” sebagaimana perintah Rasululloh Shalallaahu alaihi wasalam dalam sabdanya, yang artinya: “Apabila kalian mendengar muadzin (mengumandangkan azan) maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkannya….” (HR: al-Bukhari, Muslim dan yang lainnya).

Lalu berdo’a selesai adzan dengan do’a yang diajarkan oleh Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam seperti Allahumma Rabba hadzihid da’watit taammah…dst.

Kemudian berdo’a sesuai dengan keinginan masing-masing, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam, yang artinya: ”Do’a antara adzan dan iqomah tidak tertolak” (HR: Abu Dawud, at-Tirmizi, an-Nasa’i, Ibnu Khuzaimah dan lainnya)

Berwudhu sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Rasululloh Shalallaahu alaihi wasalam. Melakukan wudhu berarti telah merealisasikan perintah Alloh Subhanahu Wa Ta’ala, yang terdapat dalam firman-Nya, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan sholat, maka basuhlah mukamu, basuhlah tanganmu hingga siku, dan usaplah (sapulah) kepalamu, serta basuhlah kakimu hingga kedua mata kakimu…” (QS: Al-Maidah: 6)

Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda tentang keutamaan wudhu, yang artinya: “Barangsiapa yang berwudhu’, lalu berwudhu’ dengan sebaik-baiknya, kemudian dia shalat, niscaya dosa antara sholatnya itu dan sholatnya yang lain (berikutnya) diampuni.” (HR: Ibnu Khuzaimah dan Imam Ahmad)

Dan bahkan orang yang berwudhu` itu berarti dia telah menggugurkan dosa-dosanya bersamaan dengan air yang mengalir dari anggota wudhu` yang telah dibasuh. (HR: Ibnu Khuzaimah dan Muslim)

Bersiwak (atau menggosok gigi) sebelum shalat sebagaimana perintah Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam dalam sebuah haditsnya, yang artinya: “Seandainya tidak memberatkan ummatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali berwudhu’ (dalam riwayat yang lain) setiap kali hendak sholat” (HR: Muttafaq ‘Alaih)

Memakai pakaian yang sopan (layak), bersih dan wangi, serta menjauhi semaksimal mungkin pakaian yang sudah kotor, bau dan tidak layak untuk dipakai dalam shalat. Menghindari pakaian yang ketat sehingga menyebabkan kesulitan untuk bergerak dan bernafas, janganlah memakai pakaian bergambar atau bertulisan agar mata kita terjaga dan juga agar orang lain tidak terganggu, lalu perhatikan juga pakaian yang membungkus tubuh kita, apakah sudah memenuhi syarat? Apakah sudah benar-benar menutupi aurat? Semua hal ini sebagai bentuk realisasi dari firman Alloh Subhannahu wa Ta’ala, yang artinya: “Wahai manusia pakailah pakaianmu yang indah setiap kali memasuki masjid” (QS:Al-’Araf: 31)

Jagalah konsetrasi dalam melaksanakan shalat dengan cara menghindari tempat dan suasana yang panas atau gerah, sebagaimana larangan Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam untuk tidak shalat Dzuhur pada saat panas sangat menyengat. Beliau Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Laksanakanlah sholat Dzuhur pada waktu panas sudah mereda, karena panas yang sangat menyengat itu adalah hawa panas yang berasal dari neraka jahannam” ( HR: al-Bukhari, Ahmad dll).

Dan jagalah konsentrasi shalat kita dengan memenuhi segala kebutuhan jasmani kita yang mendesak, seperti; kalau seandainya sebelum shalat perut kita terasa mulas, ingin buang air maka janganlah ditahan-tahan, sebab kalau kita shalat sambil menahan perut kita yang mulas pasti konsetrasi shalat kita terganggu.

Demikian juga apabila kita merasa lapar sebelum melaksanakan shalat maka bersegeralah untuk makan untuk memenuhi hajat perut kita tersebut agar rasa lapar itu tidak membuyarkan konsetrasi kita ketika sedang shalat, dan mengenai dua permasalahan diatas Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Tiada sholat ketika makanan sudah terhidang dan tiada sholat ketika seseorang menahan hajat buang airnya” (HR: Muslim, Ahmad dan lain-lain).

Carilah tempat shalat yang tenang, yang jauh dari kebisingan, yang jauh dari suara-suara berisik dan suara-suara gaduh, Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Jauhilah suara-suara berisik seperti di pasar (ketika berada di masjid)” (HR: Muslim)

Oleh karena itu siapa saja yang berada di masjid hendaklah menjaga ketenangan dan ketentraman masjid, apabila kita berdzikir maka lirihkanlah suara dzikir kita, dan apabila kita membaca al-Qur’an maka lirihkanlah suara bacaan Al-Qur’an kita. Jangan sampai suara kita membuyarkan konsentrasi saudara-saudara kita yang sedang bermunajat kepada Alloh Subhannahu wa Ta’ala, Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Sesungguhnya orang yang shalat sedang bermunajat kepada Rabnya, maka perhatikanlah saudaramu yang sedang bermunajat itu, Janganlah keraskan bacaan Qur’an kalian!” (HR: al-Bukhari dan Imam Malik)

Luangkanlah waktu untuk menunggu datangnya waktu shalat. Meluangkan waktu menunggu datang nya waktu shalat bisa dilakukan di dalam masjid terutama bagi laki-laki, sedangkan bagi wanita maka lebih utama di rumah. Alloh Subhanahu Wa Ta’ala akan memberikan keutamaan dan fadhilah yang sangat banyak bagi orang yang menunggu waktu shalat, Sebagaimana Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Senantiasa dihitung perbuatan seorang hamba itu sebagai pahala sholat selama ia menunggu datangnya waktu sholat, dan para malaikat (senantiasa) berdo’a untuknya, “Ya Alloh ampunilah dia dan rahmatilah dia,” sampai seorang hamba itu selesai (melaksanakan sholat) atau ia berhadats, (ada yang bertanya); apa yang dimaksud dengan hadats, (kata Rasululloh); keluar angin dari lubang dubur baik bau maupun tidak” (HR: Muslim dan Abu Daud)

Dalam hadits yang lain beliau Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Maukah aku beritahukan tentang beberapa hal, yang mana Alloh akan menjadikannya sebagai pelebur dosa dan pengangkat derajat kalian? Para shahabat menjawab, “Tentu mau ya Rasululloh,” lalu Rasululloh bersabda, yang artinya: “Sempurnakan wudhu’ walau dalam keadaan tidak menyenangkan (spt; dingin), perbanyak langkah menuju masjid, menunggu sholat setelah melaksanakan sholat, maka yang demikian itu adalah ar-ribath, yang demikian itu ar-ribath.” (HR: Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Muslim)

Ar-ribath adalah senantiasa menjaga kesucian, shalat dan ibadah maka pahalanya diumpamakan seperti jihad di jalan Alloh Subhannahu wa Ta’ala.

Demikianlah kiat-kiat yang perlu kita perhatikan sebelum melak sanakan shalat. Dengan merealisasikan itu semua mudah-mudahan shalat kita menjadi shalat yang khusyu’ dan diterima disisi Alloh Subhannahu wa Ta’ala.

Keutamaan Shalot yang Khusyu’
Sesungguhnya Alloh Subhannahu wa Ta’ala telah memuji orang yang khusyu’ pada banyak ayat dalam al-Qur’an, di antara nya adalah:

Firman Alloh Subhannahu wa Ta’ala, yang artinya: “Sesungguhnya telah beruntung orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu’ didalam sholatnya”. (QS: Al-Mu’minun: 1-2)

Firman Alloh Subhannahu wa Ta’ala, yang artinya: “Dan mintalah pertolongan (kepada Alloh) dengan sabar dan sholat, karena sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’”. (QS. al-Baqarah: 45)

Firman Alloh Subhannahu wa Ta’ala pada ayat yang lain, yang artinya: “Mereka yang berdo’a kepada Kami dengan penuh harapan dan rasa takut (cemas), dan mareka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami”. (QS: Al-Anbiya’: 90)

Alloh Subhannahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Mereka menyungkurkan mukanya dalam keadaan menangis dan kekhusyu’an mereka semakin bertambah” (QS: Al-Isra’: 109)

Alloh Subhannahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih, Apabila dibacakan ayat-ayat Alloh Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (QS: Maryam: 58)

Firman Alloh Subhannahu wa Ta’ala, yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Rabbnya Yang tidak tampak oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar.” (QS: Al-Mulk: 12)

Demikian juga beberapa hadits Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam yang menjelaskan tentang keutamaan khusyu’ berikut ini:

Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Tujuh golongan yang mendapat naungan Alloh pada suatu hari yang tidak ada naungan kecuali naungan Alloh; …(dan disebutkan di antaranya) seseorang yang berdzikir (ingat) kepada Allah dalam kesendirian (kesunyian) kemudian air matanya mengalir.” (HR: Al-Bukhari, Muslim dan lain-lainya)

Nabi Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Barangsiapa yang mengingat Alloh kemudian dia menangis sehingga air matanya mengalir jatuh ke bumi niscaya dia tidak akan diazab pada hari Kiamat kelak.” (HR. al-Hakim dan dia berkata sanadnya shahih)

Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, Nabi Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Semua mata (manusia) pada hari Kiamat akan menangis kecuali (ada beberapa orang yang tidak menangis) (pertama) mata yang terjaga dari hal-hal yang diharamkan Allah, (kedua) mata yang dipergunakan untuk berjaga-jaga (pada malam hari) di jalan Allah, (ketiga) mata yang menangis karena takut pada Allah walau (air mata yang keluar itu) hanya sekecil kepala seekor lalat” (HR: Ashbahâny)

Dari Bahaz Bin Hakim dari bapaknya dari kakeknya semoga Alloh meridhai mereka, kakeknya berkata, “Saya mendengar Rasululloh Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Diharamkan neraka membakar tiga golongan manusia yang disebabkan matanya, (pertama) mata yang menangis karena takut pada Allah, (kedua) mata yang dipergunakan untuk berjaga-jaga (begadang) di jalan Alloh, (ketiga) mata yang terpelihara dari hal-hal yang diharamkan Alloh.” (HR: At-Thabrani, Al-Baghawi dan yang lainnya, al-Hakim mengatakan hadits ini shahih dan disepakati oleh adz-Dzahabi) Wallahu a’lam bish shawab.

(Sumber Rujukan: Taisîr Karimir Rahman, Asy-Syaikh Abdur Rahman Bin Nâshir As-Sa’dy; Tafsir Ibnu Katsir, MediaMuslim.Info)
MediaMuslim.Info – Secara etimologi (bahasa), al-khusyu’ memiliki makna al-khudhû’ (tunduk). Seseorang dikatakan telah mengkhusyu’kan matanya jika dia telah menundukkan pandangan matanya. Secara terminologi (istilah syar’i) al-khusyu’ adalah seseorang melaksanakan shalat dan merasakan kehadiran Alloh Subhannahu wa Ta’ala yang amat dekat kepadanya, sehingga hati dan jiwanya merasa tenang dan tentram, tidak melakukan gerakan sia-sia dan tidak menoleh. Dia betul-betul menjaga adab dan sopan santun di hadapan Alloh Subhannahu wa Ta’ala. Segala gerakan dan ucapannya dia konsentrasikan mulai dari awal shalat hingga shalatnya berakhir.

Berikut firman Alloh Subhannahu wa Ta’ala tentang sholat yang khusyu’, yang artinya: “Yaitu orang-orang yang khusyu’ didalam sholatnya” (QS: Al-Mu’minun:2). Ayat tersebut ditafsirkan oleh Ibnu Abbâs Radhiallaahu anhu bahwa: “Orang-orang yang khusyu’ adalah orang-orang yang takut lagi penuh ketenangan”. Dan Ali Bin Abi Thalib berkata bahwa ”Yang dimaksud dengan khusyu’ dalam ayat ini adalah kekhusyu’an hati”.

Kiat-kiat yang dilakukan sebelum melaksanakan shalat.
Sebelum memulai ibadah shalat maka perhatikanlah kiat-kiat berikut ini:

Menjawab seruan adzan dengan lafazh sebagaimana yang dikumandang kan oleh muadzin kecuali lafazh: “hayya ‘alash shalah dan hayya ‘alal falâh” maka jawabannya adalah “lâ haula walâ quwwata illa billâh” sebagaimana perintah Rasululloh Shalallaahu alaihi wasalam dalam sabdanya, yang artinya: “Apabila kalian mendengar muadzin (mengumandangkan azan) maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkannya….” (HR: al-Bukhari, Muslim dan yang lainnya).

Lalu berdo’a selesai adzan dengan do’a yang diajarkan oleh Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam seperti Allahumma Rabba hadzihid da’watit taammah…dst.

Kemudian berdo’a sesuai dengan keinginan masing-masing, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam, yang artinya: ”Do’a antara adzan dan iqomah tidak tertolak” (HR: Abu Dawud, at-Tirmizi, an-Nasa’i, Ibnu Khuzaimah dan lainnya)

Berwudhu sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Rasululloh Shalallaahu alaihi wasalam. Melakukan wudhu berarti telah merealisasikan perintah Alloh Subhanahu Wa Ta’ala, yang terdapat dalam firman-Nya, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan sholat, maka basuhlah mukamu, basuhlah tanganmu hingga siku, dan usaplah (sapulah) kepalamu, serta basuhlah kakimu hingga kedua mata kakimu…” (QS: Al-Maidah: 6)

Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda tentang keutamaan wudhu, yang artinya: “Barangsiapa yang berwudhu’, lalu berwudhu’ dengan sebaik-baiknya, kemudian dia shalat, niscaya dosa antara sholatnya itu dan sholatnya yang lain (berikutnya) diampuni.” (HR: Ibnu Khuzaimah dan Imam Ahmad)

Dan bahkan orang yang berwudhu` itu berarti dia telah menggugurkan dosa-dosanya bersamaan dengan air yang mengalir dari anggota wudhu` yang telah dibasuh. (HR: Ibnu Khuzaimah dan Muslim)

Bersiwak (atau menggosok gigi) sebelum shalat sebagaimana perintah Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam dalam sebuah haditsnya, yang artinya: “Seandainya tidak memberatkan ummatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali berwudhu’ (dalam riwayat yang lain) setiap kali hendak sholat” (HR: Muttafaq ‘Alaih)

Memakai pakaian yang sopan (layak), bersih dan wangi, serta menjauhi semaksimal mungkin pakaian yang sudah kotor, bau dan tidak layak untuk dipakai dalam shalat. Menghindari pakaian yang ketat sehingga menyebabkan kesulitan untuk bergerak dan bernafas, janganlah memakai pakaian bergambar atau bertulisan agar mata kita terjaga dan juga agar orang lain tidak terganggu, lalu perhatikan juga pakaian yang membungkus tubuh kita, apakah sudah memenuhi syarat? Apakah sudah benar-benar menutupi aurat? Semua hal ini sebagai bentuk realisasi dari firman Alloh Subhannahu wa Ta’ala, yang artinya: “Wahai manusia pakailah pakaianmu yang indah setiap kali memasuki masjid” (QS:Al-’Araf: 31)

Jagalah konsetrasi dalam melaksanakan shalat dengan cara menghindari tempat dan suasana yang panas atau gerah, sebagaimana larangan Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam untuk tidak shalat Dzuhur pada saat panas sangat menyengat. Beliau Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Laksanakanlah sholat Dzuhur pada waktu panas sudah mereda, karena panas yang sangat menyengat itu adalah hawa panas yang berasal dari neraka jahannam” ( HR: al-Bukhari, Ahmad dll).

Dan jagalah konsentrasi shalat kita dengan memenuhi segala kebutuhan jasmani kita yang mendesak, seperti; kalau seandainya sebelum shalat perut kita terasa mulas, ingin buang air maka janganlah ditahan-tahan, sebab kalau kita shalat sambil menahan perut kita yang mulas pasti konsetrasi shalat kita terganggu.

Demikian juga apabila kita merasa lapar sebelum melaksanakan shalat maka bersegeralah untuk makan untuk memenuhi hajat perut kita tersebut agar rasa lapar itu tidak membuyarkan konsetrasi kita ketika sedang shalat, dan mengenai dua permasalahan diatas Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Tiada sholat ketika makanan sudah terhidang dan tiada sholat ketika seseorang menahan hajat buang airnya” (HR: Muslim, Ahmad dan lain-lain).

Carilah tempat shalat yang tenang, yang jauh dari kebisingan, yang jauh dari suara-suara berisik dan suara-suara gaduh, Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Jauhilah suara-suara berisik seperti di pasar (ketika berada di masjid)” (HR: Muslim)

Oleh karena itu siapa saja yang berada di masjid hendaklah menjaga ketenangan dan ketentraman masjid, apabila kita berdzikir maka lirihkanlah suara dzikir kita, dan apabila kita membaca al-Qur’an maka lirihkanlah suara bacaan Al-Qur’an kita. Jangan sampai suara kita membuyarkan konsentrasi saudara-saudara kita yang sedang bermunajat kepada Alloh Subhannahu wa Ta’ala, Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Sesungguhnya orang yang shalat sedang bermunajat kepada Rabnya, maka perhatikanlah saudaramu yang sedang bermunajat itu, Janganlah keraskan bacaan Qur’an kalian!” (HR: al-Bukhari dan Imam Malik)

Luangkanlah waktu untuk menunggu datangnya waktu shalat. Meluangkan waktu menunggu datang nya waktu shalat bisa dilakukan di dalam masjid terutama bagi laki-laki, sedangkan bagi wanita maka lebih utama di rumah. Alloh Subhanahu Wa Ta’ala akan memberikan keutamaan dan fadhilah yang sangat banyak bagi orang yang menunggu waktu shalat, Sebagaimana Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Senantiasa dihitung perbuatan seorang hamba itu sebagai pahala sholat selama ia menunggu datangnya waktu sholat, dan para malaikat (senantiasa) berdo’a untuknya, “Ya Alloh ampunilah dia dan rahmatilah dia,” sampai seorang hamba itu selesai (melaksanakan sholat) atau ia berhadats, (ada yang bertanya); apa yang dimaksud dengan hadats, (kata Rasululloh); keluar angin dari lubang dubur baik bau maupun tidak” (HR: Muslim dan Abu Daud)

Dalam hadits yang lain beliau Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Maukah aku beritahukan tentang beberapa hal, yang mana Alloh akan menjadikannya sebagai pelebur dosa dan pengangkat derajat kalian? Para shahabat menjawab, “Tentu mau ya Rasululloh,” lalu Rasululloh bersabda, yang artinya: “Sempurnakan wudhu’ walau dalam keadaan tidak menyenangkan (spt; dingin), perbanyak langkah menuju masjid, menunggu sholat setelah melaksanakan sholat, maka yang demikian itu adalah ar-ribath, yang demikian itu ar-ribath.” (HR: Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Muslim)

Ar-ribath adalah senantiasa menjaga kesucian, shalat dan ibadah maka pahalanya diumpamakan seperti jihad di jalan Alloh Subhannahu wa Ta’ala.

Demikianlah kiat-kiat yang perlu kita perhatikan sebelum melak sanakan shalat. Dengan merealisasikan itu semua mudah-mudahan shalat kita menjadi shalat yang khusyu’ dan diterima disisi Alloh Subhannahu wa Ta’ala.

Keutamaan Shalot yang Khusyu’
Sesungguhnya Alloh Subhannahu wa Ta’ala telah memuji orang yang khusyu’ pada banyak ayat dalam al-Qur’an, di antara nya adalah:

Firman Alloh Subhannahu wa Ta’ala, yang artinya: “Sesungguhnya telah beruntung orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu’ didalam sholatnya”. (QS: Al-Mu’minun: 1-2)

Firman Alloh Subhannahu wa Ta’ala, yang artinya: “Dan mintalah pertolongan (kepada Alloh) dengan sabar dan sholat, karena sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’”. (QS. al-Baqarah: 45)

Firman Alloh Subhannahu wa Ta’ala pada ayat yang lain, yang artinya: “Mereka yang berdo’a kepada Kami dengan penuh harapan dan rasa takut (cemas), dan mareka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami”. (QS: Al-Anbiya’: 90)

Alloh Subhannahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Mereka menyungkurkan mukanya dalam keadaan menangis dan kekhusyu’an mereka semakin bertambah” (QS: Al-Isra’: 109)

Alloh Subhannahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih, Apabila dibacakan ayat-ayat Alloh Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (QS: Maryam: 58)

Firman Alloh Subhannahu wa Ta’ala, yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Rabbnya Yang tidak tampak oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar.” (QS: Al-Mulk: 12)

Demikian juga beberapa hadits Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam yang menjelaskan tentang keutamaan khusyu’ berikut ini:

Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Tujuh golongan yang mendapat naungan Alloh pada suatu hari yang tidak ada naungan kecuali naungan Alloh; …(dan disebutkan di antaranya) seseorang yang berdzikir (ingat) kepada Allah dalam kesendirian (kesunyian) kemudian air matanya mengalir.” (HR: Al-Bukhari, Muslim dan lain-lainya)

Nabi Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Barangsiapa yang mengingat Alloh kemudian dia menangis sehingga air matanya mengalir jatuh ke bumi niscaya dia tidak akan diazab pada hari Kiamat kelak.” (HR. al-Hakim dan dia berkata sanadnya shahih)

Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, Nabi Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Semua mata (manusia) pada hari Kiamat akan menangis kecuali (ada beberapa orang yang tidak menangis) (pertama) mata yang terjaga dari hal-hal yang diharamkan Allah, (kedua) mata yang dipergunakan untuk berjaga-jaga (pada malam hari) di jalan Allah, (ketiga) mata yang menangis karena takut pada Allah walau (air mata yang keluar itu) hanya sekecil kepala seekor lalat” (HR: Ashbahâny)

Dari Bahaz Bin Hakim dari bapaknya dari kakeknya semoga Alloh meridhai mereka, kakeknya berkata, “Saya mendengar Rasululloh Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Diharamkan neraka membakar tiga golongan manusia yang disebabkan matanya, (pertama) mata yang menangis karena takut pada Allah, (kedua) mata yang dipergunakan untuk berjaga-jaga (begadang) di jalan Alloh, (ketiga) mata yang terpelihara dari hal-hal yang diharamkan Alloh.” (HR: At-Thabrani, Al-Baghawi dan yang lainnya, al-Hakim mengatakan hadits ini shahih dan disepakati oleh adz-Dzahabi) Wallahu a’lam bish shawab.

(Sumber Rujukan: Taisîr Karimir Rahman, Asy-Syaikh Abdur Rahman Bin Nâshir As-Sa’dy; Tafsir Ibnu Katsir, MediaMuslim.Info)
MediaMuslim.Info – Secara etimologi (bahasa), al-khusyu’ memiliki makna al-khudhû’ (tunduk). Seseorang dikatakan telah mengkhusyu’kan matanya jika dia telah menundukkan pandangan matanya. Secara terminologi (istilah syar’i) al-khusyu’ adalah seseorang melaksanakan shalat dan merasakan kehadiran Alloh Subhannahu wa Ta’ala yang amat dekat kepadanya, sehingga hati dan jiwanya merasa tenang dan tentram, tidak melakukan gerakan sia-sia dan tidak menoleh. Dia betul-betul menjaga adab dan sopan santun di hadapan Alloh Subhannahu wa Ta’ala. Segala gerakan dan ucapannya dia konsentrasikan mulai dari awal shalat hingga shalatnya berakhir.

Berikut firman Alloh Subhannahu wa Ta’ala tentang sholat yang khusyu’, yang artinya: “Yaitu orang-orang yang khusyu’ didalam sholatnya” (QS: Al-Mu’minun:2). Ayat tersebut ditafsirkan oleh Ibnu Abbâs Radhiallaahu anhu bahwa: “Orang-orang yang khusyu’ adalah orang-orang yang takut lagi penuh ketenangan”. Dan Ali Bin Abi Thalib berkata bahwa ”Yang dimaksud dengan khusyu’ dalam ayat ini adalah kekhusyu’an hati”.

Kiat-kiat yang dilakukan sebelum melaksanakan shalat.
Sebelum memulai ibadah shalat maka perhatikanlah kiat-kiat berikut ini:

Menjawab seruan adzan dengan lafazh sebagaimana yang dikumandang kan oleh muadzin kecuali lafazh: “hayya ‘alash shalah dan hayya ‘alal falâh” maka jawabannya adalah “lâ haula walâ quwwata illa billâh” sebagaimana perintah Rasululloh Shalallaahu alaihi wasalam dalam sabdanya, yang artinya: “Apabila kalian mendengar muadzin (mengumandangkan azan) maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkannya….” (HR: al-Bukhari, Muslim dan yang lainnya).

Lalu berdo’a selesai adzan dengan do’a yang diajarkan oleh Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam seperti Allahumma Rabba hadzihid da’watit taammah…dst.

Kemudian berdo’a sesuai dengan keinginan masing-masing, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam, yang artinya: ”Do’a antara adzan dan iqomah tidak tertolak” (HR: Abu Dawud, at-Tirmizi, an-Nasa’i, Ibnu Khuzaimah dan lainnya)

Berwudhu sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Rasululloh Shalallaahu alaihi wasalam. Melakukan wudhu berarti telah merealisasikan perintah Alloh Subhanahu Wa Ta’ala, yang terdapat dalam firman-Nya, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan sholat, maka basuhlah mukamu, basuhlah tanganmu hingga siku, dan usaplah (sapulah) kepalamu, serta basuhlah kakimu hingga kedua mata kakimu…” (QS: Al-Maidah: 6)

Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda tentang keutamaan wudhu, yang artinya: “Barangsiapa yang berwudhu’, lalu berwudhu’ dengan sebaik-baiknya, kemudian dia shalat, niscaya dosa antara sholatnya itu dan sholatnya yang lain (berikutnya) diampuni.” (HR: Ibnu Khuzaimah dan Imam Ahmad)

Dan bahkan orang yang berwudhu` itu berarti dia telah menggugurkan dosa-dosanya bersamaan dengan air yang mengalir dari anggota wudhu` yang telah dibasuh. (HR: Ibnu Khuzaimah dan Muslim)

Bersiwak (atau menggosok gigi) sebelum shalat sebagaimana perintah Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam dalam sebuah haditsnya, yang artinya: “Seandainya tidak memberatkan ummatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali berwudhu’ (dalam riwayat yang lain) setiap kali hendak sholat” (HR: Muttafaq ‘Alaih)

Memakai pakaian yang sopan (layak), bersih dan wangi, serta menjauhi semaksimal mungkin pakaian yang sudah kotor, bau dan tidak layak untuk dipakai dalam shalat. Menghindari pakaian yang ketat sehingga menyebabkan kesulitan untuk bergerak dan bernafas, janganlah memakai pakaian bergambar atau bertulisan agar mata kita terjaga dan juga agar orang lain tidak terganggu, lalu perhatikan juga pakaian yang membungkus tubuh kita, apakah sudah memenuhi syarat? Apakah sudah benar-benar menutupi aurat? Semua hal ini sebagai bentuk realisasi dari firman Alloh Subhannahu wa Ta’ala, yang artinya: “Wahai manusia pakailah pakaianmu yang indah setiap kali memasuki masjid” (QS:Al-’Araf: 31)

Jagalah konsetrasi dalam melaksanakan shalat dengan cara menghindari tempat dan suasana yang panas atau gerah, sebagaimana larangan Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam untuk tidak shalat Dzuhur pada saat panas sangat menyengat. Beliau Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Laksanakanlah sholat Dzuhur pada waktu panas sudah mereda, karena panas yang sangat menyengat itu adalah hawa panas yang berasal dari neraka jahannam” ( HR: al-Bukhari, Ahmad dll).

Dan jagalah konsentrasi shalat kita dengan memenuhi segala kebutuhan jasmani kita yang mendesak, seperti; kalau seandainya sebelum shalat perut kita terasa mulas, ingin buang air maka janganlah ditahan-tahan, sebab kalau kita shalat sambil menahan perut kita yang mulas pasti konsetrasi shalat kita terganggu.

Demikian juga apabila kita merasa lapar sebelum melaksanakan shalat maka bersegeralah untuk makan untuk memenuhi hajat perut kita tersebut agar rasa lapar itu tidak membuyarkan konsetrasi kita ketika sedang shalat, dan mengenai dua permasalahan diatas Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Tiada sholat ketika makanan sudah terhidang dan tiada sholat ketika seseorang menahan hajat buang airnya” (HR: Muslim, Ahmad dan lain-lain).

Carilah tempat shalat yang tenang, yang jauh dari kebisingan, yang jauh dari suara-suara berisik dan suara-suara gaduh, Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Jauhilah suara-suara berisik seperti di pasar (ketika berada di masjid)” (HR: Muslim)

Oleh karena itu siapa saja yang berada di masjid hendaklah menjaga ketenangan dan ketentraman masjid, apabila kita berdzikir maka lirihkanlah suara dzikir kita, dan apabila kita membaca al-Qur’an maka lirihkanlah suara bacaan Al-Qur’an kita. Jangan sampai suara kita membuyarkan konsentrasi saudara-saudara kita yang sedang bermunajat kepada Alloh Subhannahu wa Ta’ala, Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Sesungguhnya orang yang shalat sedang bermunajat kepada Rabnya, maka perhatikanlah saudaramu yang sedang bermunajat itu, Janganlah keraskan bacaan Qur’an kalian!” (HR: al-Bukhari dan Imam Malik)

Luangkanlah waktu untuk menunggu datangnya waktu shalat. Meluangkan waktu menunggu datang nya waktu shalat bisa dilakukan di dalam masjid terutama bagi laki-laki, sedangkan bagi wanita maka lebih utama di rumah. Alloh Subhanahu Wa Ta’ala akan memberikan keutamaan dan fadhilah yang sangat banyak bagi orang yang menunggu waktu shalat, Sebagaimana Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Senantiasa dihitung perbuatan seorang hamba itu sebagai pahala sholat selama ia menunggu datangnya waktu sholat, dan para malaikat (senantiasa) berdo’a untuknya, “Ya Alloh ampunilah dia dan rahmatilah dia,” sampai seorang hamba itu selesai (melaksanakan sholat) atau ia berhadats, (ada yang bertanya); apa yang dimaksud dengan hadats, (kata Rasululloh); keluar angin dari lubang dubur baik bau maupun tidak” (HR: Muslim dan Abu Daud)

Dalam hadits yang lain beliau Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Maukah aku beritahukan tentang beberapa hal, yang mana Alloh akan menjadikannya sebagai pelebur dosa dan pengangkat derajat kalian? Para shahabat menjawab, “Tentu mau ya Rasululloh,” lalu Rasululloh bersabda, yang artinya: “Sempurnakan wudhu’ walau dalam keadaan tidak menyenangkan (spt; dingin), perbanyak langkah menuju masjid, menunggu sholat setelah melaksanakan sholat, maka yang demikian itu adalah ar-ribath, yang demikian itu ar-ribath.” (HR: Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Muslim)

Ar-ribath adalah senantiasa menjaga kesucian, shalat dan ibadah maka pahalanya diumpamakan seperti jihad di jalan Alloh Subhannahu wa Ta’ala.

Demikianlah kiat-kiat yang perlu kita perhatikan sebelum melak sanakan shalat. Dengan merealisasikan itu semua mudah-mudahan shalat kita menjadi shalat yang khusyu’ dan diterima disisi Alloh Subhannahu wa Ta’ala.

Keutamaan Shalot yang Khusyu’
Sesungguhnya Alloh Subhannahu wa Ta’ala telah memuji orang yang khusyu’ pada banyak ayat dalam al-Qur’an, di antara nya adalah:

Firman Alloh Subhannahu wa Ta’ala, yang artinya: “Sesungguhnya telah beruntung orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu’ didalam sholatnya”. (QS: Al-Mu’minun: 1-2)

Firman Alloh Subhannahu wa Ta’ala, yang artinya: “Dan mintalah pertolongan (kepada Alloh) dengan sabar dan sholat, karena sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’”. (QS. al-Baqarah: 45)

Firman Alloh Subhannahu wa Ta’ala pada ayat yang lain, yang artinya: “Mereka yang berdo’a kepada Kami dengan penuh harapan dan rasa takut (cemas), dan mareka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami”. (QS: Al-Anbiya’: 90)

Alloh Subhannahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Mereka menyungkurkan mukanya dalam keadaan menangis dan kekhusyu’an mereka semakin bertambah” (QS: Al-Isra’: 109)

Alloh Subhannahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih, Apabila dibacakan ayat-ayat Alloh Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (QS: Maryam: 58)

Firman Alloh Subhannahu wa Ta’ala, yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Rabbnya Yang tidak tampak oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar.” (QS: Al-Mulk: 12)

Demikian juga beberapa hadits Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam yang menjelaskan tentang keutamaan khusyu’ berikut ini:

Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, Rasululloh Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Tujuh golongan yang mendapat naungan Alloh pada suatu hari yang tidak ada naungan kecuali naungan Alloh; …(dan disebutkan di antaranya) seseorang yang berdzikir (ingat) kepada Allah dalam kesendirian (kesunyian) kemudian air matanya mengalir.” (HR: Al-Bukhari, Muslim dan lain-lainya)

Nabi Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Barangsiapa yang mengingat Alloh kemudian dia menangis sehingga air matanya mengalir jatuh ke bumi niscaya dia tidak akan diazab pada hari Kiamat kelak.” (HR. al-Hakim dan dia berkata sanadnya shahih)

Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, Nabi Shalallaahu alaihi wa salam bersabda, yang artinya: “Semua mata (manusia) pada hari Kiamat akan menangis kecuali (ada beberapa orang yang tidak menangis) (pertama) mata yang terjaga dari hal-hal yang diharamkan Allah, (kedua) mata yang dipergunakan untuk berjaga-jaga (pada malam hari) di jalan Allah, (ketiga) mata yang menangis karena takut pada Allah walau (air mata yang keluar itu) hanya sekecil kepala seekor lalat” (HR: Ashbahâny)

Dari Bahaz Bin Hakim dari bapaknya dari kakeknya semoga Alloh meridhai mereka, kakeknya berkata, “Saya mendengar Rasululloh Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Diharamkan neraka membakar tiga golongan manusia yang disebabkan matanya, (pertama) mata yang menangis karena takut pada Allah, (kedua) mata yang dipergunakan untuk berjaga-jaga (begadang) di jalan Alloh, (ketiga) mata yang terpelihara dari hal-hal yang diharamkan Alloh.” (HR: At-Thabrani, Al-Baghawi dan yang lainnya, al-Hakim mengatakan hadits ini shahih dan disepakati oleh adz-Dzahabi) Wallahu a’lam bish shawab.

(Sumber Rujukan: Taisîr Karimir Rahman, Asy-Syaikh Abdur Rahman Bin Nâshir As-Sa’dy; Tafsir Ibnu Katsir, MediaMuslim.Info)

Fathimah Radiyallahu ‘anha Memahami Arti Jilbab yang Sesungguhnya

Adakah kaum muslimin dan muslimah yang tak mengenal sosok Fathimah binti Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam? Rasanya tak mungkin! Beliau radiyallahu’anha satu-satunya putri Rasulullah shalallahu alaihi wassalam yang hidup mendampingi beliau hingga wafatnya beliau ke Rafiqil a’la.1 Fathimah az-Zahra radiyallahu’anha adalah ratu bagi para wanita di surga (Sayyidah nisa ahlil jannah). Pemahaman beliau tentang arti jilbab yang sesungguhnya sangat layak untuk disimak dan direnungi oleh para muslimah yang sangat merindukan surga dan keridhaan RabbNya. Sudah sempurnakah kita menutup aurat kita seperti apa yang difahami Shahabiyah?

Wahai saudariku muslimah yang merindukan surga Firdaus al-A’la…Shahabiyah yang mulia ini memandang buruk terhadap apa yang di lakukan wanita terhadap pakaian yang mereka kenakan yang masih menampakkan gambaran bentuk tubuhnya. Apa yang beliau tidak sukai itu beliau sampaikan kepada Asma radiayallahu’anha sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Ummu Ja’far bahwasanya Fatimah binti Rasulullah shalallahu alaihi wassalam berkata:

“Wahai Asma’! Sesungguhnya aku memandang buruk apa yang dilakukan oleh kaum wanita yang mengenakan baju yang dapat menggambarkan tubuhnya.” Asma’ berkata : ‘”Wahai putri Rasulullah maukah kuperlihatkan kepadamu sesuatu yang pernah aku lihat di negeri Habasyah?” Lalu Asma’ membawakan beberapa pelepah daun kurma yang masih basah, kemudian ia bentuk menjadi pakaian lantas dipakai. Fatimah pun berkomentar: “Betapa baiknya dan betapa eloknya baju ini, sehingga wanita dapat dikenali (dibedakan) dari laki-laki dengan pakaian itu. Jika aku nanti sudah mati, maka mandikanlah aku wahai Asma’ bersama Ali (dengan pakaian penutup seperti itu ) dan jangan ada seorangpun yang menengokku!” Tatkala Fatimah meninggal dunia, maka Ali bersama Asma’ yang memandikannya sebagaimana yang dipesankan. ”2

Syaikh Albani rahimahullah berkata : Perhatikanlah sikap Fatimah radiyallahu anha yang merupakan bagian dari tulang rusuk Nabi shalallahu alaihi wassalam bagaimana ia memandang buruk bilamana sebuah pakaian itu dapat mensifati atau menggambarkan tubuh seorang wanita meskipun sudah mati, apalagi jika masih hidup, tentunya jauh lebih buruk. Oleh karena itu hendaklah kaum muslimah zaman ini merenungkan hal ini, terutama kaum muslimah yang masih mengenakan pakaian yang sempit dan ketat yang dapat menggambarkan bulatnya buah dada, pinggang, betis dan anggota badan mereka yang lain. Selanjutnya hendaklah mereka beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya”3

Wahai ukhti muslimah yang dirahmati Allah,…benarlah apa yang dikatakan oleh Syaikh Albani rahimahullah. Fitnah yang melanda kaum muslimah begitu deras dan hebat.Jika Fathimah radiyallahu’ anha saja tidak rela jasadnya tergambar bentuk tubuhnya tentulah dapat kita fahami bagaimana beliau mengenakan jilbab di masa hidupnya. Karena beliau sangat memahami perintah jilbab dengan pemahaman yang benar dan sempurna. Pemahaman beliau yang sangat mendalam ini jelas tersirat dari ketidaksukaannya yang beliau pandang sebagai suatu keburukan apabila seorang wanita memakai pakaian yang dapat menggambarkan lekuk tubuhnya.

Lalu bandingkanlah dengan apa yang dikenakan oleh sebagian kaum muslimah dewasa ini sangat jauh dari apa yang disyariatkan oleh Rabb mereka. Jauh panggang dari api.Mereka menisbahkan pakaian wanita dengan kerudung ala kadarnya yang sekedar menutupi leher-leher mereka tidak sampai menutupi dada dengan nama pakaian islami atau jilbab. Dan ironisnya yang memakainyapun merasa bahwa apa yang mereka pakai itu sudah benar karena melihat para artis di TV mengenakan yang demikian itu jadilah pakaian trendy ini menyebar begitu cepat dan menjadi pakaian pilihan utama mereka. Bahkan tentu terkadang kita melihat saudari kita yang memakai busana muslimah yang justru menambah fitnah karena nampak jelasnya lekuk tubuh mereka dengan penutup kepala yang melilit di leher (sehingga jenjang atau tidaknya bentuk leher terlihat sangat jelas) dan hanya sampai di bagian pundak saja tidak sampai ke dada disambung dengan pakaian ketat yang menggambarkan bentuk payudara mereka kemudian celana ketat yang menambah jelas lekukan tubuh mereka. Ada juga yang memakai abaya (gamis/pakaian terusan) memilih ukuran yang ketat daripada ukuran besar dan lapang dengan alasan agar nampak cantik dan modis! Sebagian adapula yang memakai penutup kepala dengan menyanggul rambut-rambut mereka hingga ketika mereka berjalan dapat dilihat dengan jelas ikatan rambut tersebut, karena sangat kecilnya penutup kepala yang mereka pakai maka merekapun mengikat rambut tersebut agar tidak menyembul keluar. Bukankah apa yang mereka pakai itu semua justru yang semestinya mereka jauhi karena Rasulullah shalallahu alaihi wassalam telah bersabda :

“Pada akhir ummatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakaian namun (hakekatnya) telanjang. Di atas kepala mereka seperti terdapat bongkol (punuk) onta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka itu adalah kaum wanita yang terkutuk.”4

Di dalam hadits lain terdapat tambahan :

“Mereka tidak akan masuk surga dan juga tidak akan memperoleh baunya, padahal baunya surga itu dapat dicium dari perjalanan (jarak) sekian dan sekian.”5

Kemudian lihatlah penjelasan dari Ibnu Abdil Barr rahimahullah ia berkata:

“Yang dimaksud Nabi shalallahu alaihi wassalam adalah kaum wanita yang mengenakan pakaian yang tipis, yang dapat mensifati (menggambarkan) bentuk tubuhnya dan tidak dapat menutup atau menyembunyikannya. Mereka itu tetap berpakaian namanya, akan tetapi hakekatnya telanjang.”6

Dari Ummu Alqamah bin Abu Alqamah bahwa ia berkata :

“Saya pernah melihat Hafshah bin Abdurrahman bin Abu Bakar mengunjungi ‘Aisyah dengan mengenakan khimar(kerudung) tipis yang dapat menggambarkan pelipisnya, lalu ‘Aisyah pun tak berkenan melihatnya dan berkata : “Apakah kamu tidak tahu apa yang telah diturunkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dalam surat An Nuur?!” Kemudian ‘Aisyah mengambilkan khimar untuk dipakaikan kepadanya.7

Syaikh Albani menjelaskan perkataan Aisyah radiyallahu anha : Apakah kamu tidak tahu tentang apa yang diturunkan oleh Allah dalam surat An-Nuur? Mengisyaratkan bahwa wanita yang menutupi tubuhnya dengan pakaian yang tipis pada hakikatnya ia belum menutupi tubuhnya dan juga belum melaksanakan firman Allah Subahnahu wa ta’ala yang ditunjukkan oleh Aisyah radiyallahu anha yaitu “Dan hendaklah kaum wanita menutupkan khimar/kerudung pada bagian dada mereka”8

Tidakkah kita melihat perbedaan yang sangat jauh antara generasi Shahabiyah dengan kita? Mereka benar-benar menjadikan jilbab sebagai penutup tubuh dan aurat sebagai bentuk ketaatan pada perintahNya sedangkan kita justru sebaliknya menjadikan jilbab sebagai pembuka fitnah kecuali wanita-wanita yang dirahmati Allah. Jilbab yang difahami shahabiyah sebagai pakaian yang lapang (lebar) yang menutupi tubuh dari atas kepala hingga ujung kaki sedangkan kaum muslimah sekarang menganggap jilbab adalah secarik kain yang digunakan untuk menutupi rambut mereka saja sedangkan bagian-bagian lainnya mereka tutupi dengan bahan yang ala kadarnya yang tidak bisa dikatakan menutupi aurat apalagi menutupi lekuk tubuh mereka. Kepada Allahlah kita memohon pertolongan semoga kaum kita mau kembali kepada Rabb mereka dan berusaha untuk menunaikan apa yang diperintahkan Allah dan rasulNya secara sempurna dan menyeluruh. Sebagaimana firmanNya:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu(Al-Baqarah :208).

Wallahu’alam bish-shawwab.Adakah kaum muslimin dan muslimah yang tak mengenal sosok Fathimah binti Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam? Rasanya tak mungkin! Beliau radiyallahu’anha satu-satunya putri Rasulullah shalallahu alaihi wassalam yang hidup mendampingi beliau hingga wafatnya beliau ke Rafiqil a’la.1 Fathimah az-Zahra radiyallahu’anha adalah ratu bagi para wanita di surga (Sayyidah nisa ahlil jannah). Pemahaman beliau tentang arti jilbab yang sesungguhnya sangat layak untuk disimak dan direnungi oleh para muslimah yang sangat merindukan surga dan keridhaan RabbNya. Sudah sempurnakah kita menutup aurat kita seperti apa yang difahami Shahabiyah?

Wahai saudariku muslimah yang merindukan surga Firdaus al-A’la…Shahabiyah yang mulia ini memandang buruk terhadap apa yang di lakukan wanita terhadap pakaian yang mereka kenakan yang masih menampakkan gambaran bentuk tubuhnya. Apa yang beliau tidak sukai itu beliau sampaikan kepada Asma radiayallahu’anha sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Ummu Ja’far bahwasanya Fatimah binti Rasulullah shalallahu alaihi wassalam berkata:

“Wahai Asma’! Sesungguhnya aku memandang buruk apa yang dilakukan oleh kaum wanita yang mengenakan baju yang dapat menggambarkan tubuhnya.” Asma’ berkata : ‘”Wahai putri Rasulullah maukah kuperlihatkan kepadamu sesuatu yang pernah aku lihat di negeri Habasyah?” Lalu Asma’ membawakan beberapa pelepah daun kurma yang masih basah, kemudian ia bentuk menjadi pakaian lantas dipakai. Fatimah pun berkomentar: “Betapa baiknya dan betapa eloknya baju ini, sehingga wanita dapat dikenali (dibedakan) dari laki-laki dengan pakaian itu. Jika aku nanti sudah mati, maka mandikanlah aku wahai Asma’ bersama Ali (dengan pakaian penutup seperti itu ) dan jangan ada seorangpun yang menengokku!” Tatkala Fatimah meninggal dunia, maka Ali bersama Asma’ yang memandikannya sebagaimana yang dipesankan. ”2

Syaikh Albani rahimahullah berkata : Perhatikanlah sikap Fatimah radiyallahu anha yang merupakan bagian dari tulang rusuk Nabi shalallahu alaihi wassalam bagaimana ia memandang buruk bilamana sebuah pakaian itu dapat mensifati atau menggambarkan tubuh seorang wanita meskipun sudah mati, apalagi jika masih hidup, tentunya jauh lebih buruk. Oleh karena itu hendaklah kaum muslimah zaman ini merenungkan hal ini, terutama kaum muslimah yang masih mengenakan pakaian yang sempit dan ketat yang dapat menggambarkan bulatnya buah dada, pinggang, betis dan anggota badan mereka yang lain. Selanjutnya hendaklah mereka beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya”3

Wahai ukhti muslimah yang dirahmati Allah,…benarlah apa yang dikatakan oleh Syaikh Albani rahimahullah. Fitnah yang melanda kaum muslimah begitu deras dan hebat.Jika Fathimah radiyallahu’ anha saja tidak rela jasadnya tergambar bentuk tubuhnya tentulah dapat kita fahami bagaimana beliau mengenakan jilbab di masa hidupnya. Karena beliau sangat memahami perintah jilbab dengan pemahaman yang benar dan sempurna. Pemahaman beliau yang sangat mendalam ini jelas tersirat dari ketidaksukaannya yang beliau pandang sebagai suatu keburukan apabila seorang wanita memakai pakaian yang dapat menggambarkan lekuk tubuhnya.

Lalu bandingkanlah dengan apa yang dikenakan oleh sebagian kaum muslimah dewasa ini sangat jauh dari apa yang disyariatkan oleh Rabb mereka. Jauh panggang dari api.Mereka menisbahkan pakaian wanita dengan kerudung ala kadarnya yang sekedar menutupi leher-leher mereka tidak sampai menutupi dada dengan nama pakaian islami atau jilbab. Dan ironisnya yang memakainyapun merasa bahwa apa yang mereka pakai itu sudah benar karena melihat para artis di TV mengenakan yang demikian itu jadilah pakaian trendy ini menyebar begitu cepat dan menjadi pakaian pilihan utama mereka. Bahkan tentu terkadang kita melihat saudari kita yang memakai busana muslimah yang justru menambah fitnah karena nampak jelasnya lekuk tubuh mereka dengan penutup kepala yang melilit di leher (sehingga jenjang atau tidaknya bentuk leher terlihat sangat jelas) dan hanya sampai di bagian pundak saja tidak sampai ke dada disambung dengan pakaian ketat yang menggambarkan bentuk payudara mereka kemudian celana ketat yang menambah jelas lekukan tubuh mereka. Ada juga yang memakai abaya (gamis/pakaian terusan) memilih ukuran yang ketat daripada ukuran besar dan lapang dengan alasan agar nampak cantik dan modis! Sebagian adapula yang memakai penutup kepala dengan menyanggul rambut-rambut mereka hingga ketika mereka berjalan dapat dilihat dengan jelas ikatan rambut tersebut, karena sangat kecilnya penutup kepala yang mereka pakai maka merekapun mengikat rambut tersebut agar tidak menyembul keluar. Bukankah apa yang mereka pakai itu semua justru yang semestinya mereka jauhi karena Rasulullah shalallahu alaihi wassalam telah bersabda :

“Pada akhir ummatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakaian namun (hakekatnya) telanjang. Di atas kepala mereka seperti terdapat bongkol (punuk) onta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka itu adalah kaum wanita yang terkutuk.”4

Di dalam hadits lain terdapat tambahan :

“Mereka tidak akan masuk surga dan juga tidak akan memperoleh baunya, padahal baunya surga itu dapat dicium dari perjalanan (jarak) sekian dan sekian.”5

Kemudian lihatlah penjelasan dari Ibnu Abdil Barr rahimahullah ia berkata:

“Yang dimaksud Nabi shalallahu alaihi wassalam adalah kaum wanita yang mengenakan pakaian yang tipis, yang dapat mensifati (menggambarkan) bentuk tubuhnya dan tidak dapat menutup atau menyembunyikannya. Mereka itu tetap berpakaian namanya, akan tetapi hakekatnya telanjang.”6

Dari Ummu Alqamah bin Abu Alqamah bahwa ia berkata :

“Saya pernah melihat Hafshah bin Abdurrahman bin Abu Bakar mengunjungi ‘Aisyah dengan mengenakan khimar(kerudung) tipis yang dapat menggambarkan pelipisnya, lalu ‘Aisyah pun tak berkenan melihatnya dan berkata : “Apakah kamu tidak tahu apa yang telah diturunkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dalam surat An Nuur?!” Kemudian ‘Aisyah mengambilkan khimar untuk dipakaikan kepadanya.7

Syaikh Albani menjelaskan perkataan Aisyah radiyallahu anha : Apakah kamu tidak tahu tentang apa yang diturunkan oleh Allah dalam surat An-Nuur? Mengisyaratkan bahwa wanita yang menutupi tubuhnya dengan pakaian yang tipis pada hakikatnya ia belum menutupi tubuhnya dan juga belum melaksanakan firman Allah Subahnahu wa ta’ala yang ditunjukkan oleh Aisyah radiyallahu anha yaitu “Dan hendaklah kaum wanita menutupkan khimar/kerudung pada bagian dada mereka”8

Tidakkah kita melihat perbedaan yang sangat jauh antara generasi Shahabiyah dengan kita? Mereka benar-benar menjadikan jilbab sebagai penutup tubuh dan aurat sebagai bentuk ketaatan pada perintahNya sedangkan kita justru sebaliknya menjadikan jilbab sebagai pembuka fitnah kecuali wanita-wanita yang dirahmati Allah. Jilbab yang difahami shahabiyah sebagai pakaian yang lapang (lebar) yang menutupi tubuh dari atas kepala hingga ujung kaki sedangkan kaum muslimah sekarang menganggap jilbab adalah secarik kain yang digunakan untuk menutupi rambut mereka saja sedangkan bagian-bagian lainnya mereka tutupi dengan bahan yang ala kadarnya yang tidak bisa dikatakan menutupi aurat apalagi menutupi lekuk tubuh mereka. Kepada Allahlah kita memohon pertolongan semoga kaum kita mau kembali kepada Rabb mereka dan berusaha untuk menunaikan apa yang diperintahkan Allah dan rasulNya secara sempurna dan menyeluruh. Sebagaimana firmanNya:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu(Al-Baqarah :208).

Wallahu’alam bish-shawwab.

Selasa, 14 Desember 2010

hukum Memakai CADAR

“Bagaimana Hukum Memakai Cadar?” ketegori Muslim. Sebagaimana kita ketahui, banyak dari umat muslimah yang menggunakan cadar untuk menutupi wajahnya. Apakah ada hukum fikih yang mengatur hal tersebut? Kemudian bagaimana kaitannya dengan aurat muslimah berupa wajah dan telapak tangan. Wallahu’alam.

Muhamad Kasyful

Jawaban

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh,

Masalah kewajiban memakai cadar sebenarnya tidak disepakati oleh para ulama. Maka wajarlah bila kita sering mendapati adanya sebagian ulama yang mewajibkannya dengan didukung dengan sederet dalil dan hujjah. Namun kita juga tidak asing dengan pendapat yang mengatakan bahwa cadar itu bukanlah kewajiban. Pendapat yang kedua ini pun biasanya diikuti dengan sederet dalil dan hujjah juga.

Dalam kesempatan ini, marilah kita telusuri masing-masing pendapat itu dan berkenalan dengan dalil masing-masing. Sehingga kita bisa memiliki wawasan dalam memasuki wilayah ini bukan mencari titik perbedaan dan berselisih pendapat, melainkan untuk memberikan gambaran yang lengkap tentang dasar kedua pendapat ini. Agar kita bisa berbaik sangka dan tetap menjaga hubungan baik dengan kedua belah pihak.

1. Kalangan yang Mewajibkan Cadar

Mereka yang mewajibkan setiap wanita untuk menutup muka berangkat dari pendapat bahwa wajah itu bagian dari aurat wanita yang wajib ditutup dan haram dilihat oleh lain jenis non mahram.

Dalil-dalil yang mereka kemukakan antara lain:

a. Surat Al-Ahzab: 59

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu`min, Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Ayat ini adalah ayat yang paling utama dan paling sering dikemukakan oleh pendukung wajibnya niqab. Mereka mengutip pendapat para mufassirin terhadap ayat ini bahwa Allah mewajibkan para wanita untuk menjulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka termasuk kepala, muka dan semuanya, kecuali satu mata untuk melihat. Riwayat ini dikutip dari pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas`ud, Ubaidah As-Salmani dan lainnya, meskipun tidak ada kesepakatan di antara mereka tentang makna `jilbab` dan makna `menjulurkan`.

Namun bila diteliti lebih jauh, ada ketidak-konsistenan nukilan pendapat dari Ibnu Abbas tentang wajibnya niqab. Karena dalam tafsir di surat An-Nuur yang berbunyi , Ibnu Abbas justru berpendapat sebaliknya.

Para ulama yang tidak mewajibkan niqab mengatakan bahwa ayat ini sama sekali tidak bicara tentang wajibnya menutup muka bagi wanita, baik secara bahasa maupun secara `urf . Karena yang diperintahkan jsutru menjulurkan kain ke dadanya, bukan ke mukanya. Dan tidak ditemukan ayat lainnya yang memerintahkan untuk menutup wajah.

b. Surat An-Nuur: 31

Katakanlah kepada wanita yang beriman, Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang nampak dari padanya.

Menurut mereka dengan mengutip riwayat pendapat dari Ibnu Mas`ud bahwa yang dimaksud perhiasan yang tidak boleh ditampakkan adalah wajah, karena wajah adalah pusat dari kecantikan. Sedangkan yang dimaksud dengan `yang biasa nampak` bukanlah wajah, melainkan selendang dan baju.

Namun riwayat ini berbeda dengan riwayat yang shahih dari para shahabat termasuk riwayat Ibnu Mas`ud sendiri, Aisyah, Ibnu Umar, Anas dan lainnya dari kalangan tabi`in bahwa yang dimaksud dengan `yang biasa nampak darinya` bukanlah wajah, tetapi al-kuhl dan cincin. Riwayat ini menurut Ibnu Hazm adalah riwayat yang paling shahih.

c. Surat Al-Ahzab: 53

`Apabila kamu meminta sesuatu kepada mereka, maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti Rasulullah dan tidak mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar di sisi Allah.

Para pendukung kewajiban niqab juga menggunakan ayat ini untuk menguatkan pendapat bahwa wanita wajib menutup wajah mereka dan bahwa wajah termasuk bagian dari aurat wanita. Mereka mengatakan bahwa meski khitab ayat ini kepada istri Nabi, namun kewajibannya juga terkena kepada semua wanita mukminah, karena para istri Nabi itu adalah teladan dan contoh yang harus diikuti.

Selain itu bahwa mengenakan niqab itu alasannya adalah untuk menjaga kesucian hati, baik bagi laki-laki yang melihat ataupun buat para istri nabi. Sesuai dengan firman Allah dalam ayat ini bahwa cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka .

Namun bila disimak lebih mendalam, ayat ini tidak berbicara masalah kesucian hati yang terkait dengan zina mata antara para shahabat Rasulullah SAW dengan para istri beliau. Kesucian hati ini kaitannya dengan perasaan dan pikiran mereka yang ingin menikahi para istri nabi nanti setelah beliau wafat. Dalam ayat itu sendiri dijelaskan agar mereka jangan menyakiti hati nabi dengan mengawini para janda istri Rasulullah SAW sepeninggalnya. Ini sejalan dengan asbabun nuzul ayat ini yang menceritakan bahwa ada shahabat yang ingin menikahi Aisyah ra. bila kelak Nabi wafat. Ini tentu sangat menyakitkan perasaan nabi.

Adapun makna kesucian hati itu bila dikaitkan dengan zina mata antara shahabat nabi dengan istri beliau adalah penafsiran yang terlalu jauh dan tidak sesuai dengan konteks dan kesucian para shahabat nabi yang agung.

Sedangkan perintah untuk meminta dari balik tabir, jelas-jelas merupakan kekhusususan dalam bermuamalah dengan para istri Nabi. Tidak ada kaitannya dengan `al-Ibratu bi `umumil lafzi laa bi khushushil ayah`. Karena ayat ini memang khusus membicarakan akhlaq pergaulan dengan istri nabi. Dan mengqiyaskan antara para istri nabi dengan seluruh wanita muslimah adalah qiyas yang tidak tepat, qiyas ma`al-fariq. Karena para istri nabi memang memiliki standar akhlaq yang khusus. Ini ditegaskan dalam ayat Al-Quran.

`Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.`

d. Hadits Larang Berniqab bagi Wanita Muhrim

Para pendukung kewajiban menutup wajah bagi muslimah menggunakan sebuah hadits yang diambil mafhum mukhalafanya, yaitu larangan Rasulullah SAW bagi muslimah untuk menutup wajah ketika ihram.

`Janganlah wanita yang sedang berihram menutup wajahnya dan memakai sarung tangan`.

Dengan adanya larangan ini, menurut mereka lazimnya para wanita itu memakai niqab dan menutup wajahnya, kecuali saat berihram. Sehingga perlu bagi Rasulullah SAW untuk secara khusus melarang mereka. Seandainya setiap harinya mereka tidak memakai niqab, maka tidak mungkin beliau melarangnya saat berihram.

Pendapat ini dijawab oleh mereka yang tidak mewajibkan niqab dengan logika sebaliknya. Yaitu bahwa saat ihram, seseorang memang dilarang untuk melakukan sesuatu yang tadinya halal. Seperti memakai pakaian yang berjahit, memakai parfum dan berburu. Lalu saat berihram, semua yang halal tadi menjadi haram. Kalau logika ini diterapkan dalam niqab, seharusnya memakai niqab itu hukumnya hanya sampai boleh dan bukan wajib. Karena semua larangan dalam ihram itu hukum asalnya pun boleh dan bukan wajib. Bagaimana bisa sampai pada kesimpulan bahwa sebelumnya hukumnya wajib?

Bahwa ada sebagian wanita yang di masa itu menggunakan penutup wajah, memang diakui. Tapi masalahnya menutup wajah itu bukanlah kewajiban. Dan ini adalah logika yang lebih tepat.

e. Hadits bahwa Wanita itu Aurat
Diriwayatkan oleh At-Tirmizy marfu`an bahwa,

Wanita itu adalah aurat, bila dia keluar rumah, maka syetan menaikinya`.

Menurut At-turmuzikedudukan hadits ini hasan shahih. Oleh para pendukung pendapat ini maka seluruh tubuh wanita itu adalah aurat, termasuk wajah, tangan, kaki dan semua bagian tubuhnya. Pendapat ini juga dikemukakan oleh sebagian pengikut Asy-Syafi`iyyah dan Al-Hanabilah.

f. Mendhaifkan Hadits Asma`

Mereka juga mengkritik hadits Asma` binti Abu Bakar yang berisi bahwa, Seorang wanita yang sudah hadih itu tidak boleh nampak bagian tubuhnya kecuali ini dan ini Sambil beliau memegang wajar dan tapak tangannya.

* * *

2. Kalangan yang Tidak Mewajibkan Cadar

Sedangkan mereka yang tidak mewajibkan cadar berpendapat bahwa wajah bukan termasuk aurat wanita. Mereka juga menggunakan banyak dalil serta mengutip pendapat dari para imam mazhab yang empat dan juga pendapat salaf dari para shahabat Rasulullah SAW.

a. Ijma` Shahabat
Para shahabat Rasulullah SAW sepakat mengatakan bahwa wajah dan tapak tangan wanita bukan termasuk aurat. Ini adalah riwayat yang paling kuat tentang masalah batas aurat wanita.

b. Pendapat Para Fuqoha bahwa Wajah Bukan termasuk Aurat Wanita.
Al-Hanafiyah mengatakan tidak dibenarkan melihat wanita ajnabi yang merdeka kecuali wajah dan tapak tangan. . Bahkan Imam Abu Hanifah ra. sendiri mengatakan yang termasuk bukan aurat adalah wajah, tapak tangan dan kaki, karena kami adalah sebuah kedaruratan yang tidak bisa dihindarkan.

Al-Malikiyah dalam kitab `Asy-Syarhu As-Shaghir` atau sering disebut kitab Aqrabul Masalik ilaa Mazhabi Maalik, susunan Ad-Dardiri dituliskan bahwa batas aurat waita merdeka dengan laki-laki ajnabi adalah seluruh badan kecuali muka dan tapak tangan. Keduanya itu bukan termasuk aurat.

Asy-Syafi`iyyah dalam pendapat As-Syairazi dalam kitabnya `al-Muhazzab`, kitab di kalangan mazhab ini mengatakan bahwa wanita merdeka itu seluruh badannya adalah aurat kecuali wajah dan tapak tangan.

Dalam mazhab Al-Hanabilah kita dapati Ibnu Qudamah berkata kitab Al-Mughni 1: 1-6,`Mazhab tidak berbeda pendapat bahwa seorang wanita boleh membuka wajah dan tapak tangannya di dalam shalat

Daud yang mewakili kalangan zahiri pun sepakat bahwa batas aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuai muka dan tapak tangan. Sebagaimana yang disebutkan dalam Nailur Authar. Begitu juga dengan Ibnu Hazm mengecualikan wajah dan tapak tangan sebagaiman tertulis dalam kitab Al-Muhalla.

c. Pendapat Para Mufassirin
Para mufassirin yang terkenal pun banyak yang mengatakan bahwa batas aurat wanita itu adalah seluruh tubuh kecuali muka dan tapak tangan. Mereka antara lain At-Thabari, Al-Qurthubi, Ar-Razy, Al-Baidhawi dan lainnya. Pendapat ini sekaligus juga mewakili pendapat jumhur ulama.

d. Dhai`ifnya Hadits Asma Dikuatkan oleh Hadits Lainnya
Adapun hadits Asma` binti Abu Bakar yang dianggap dhaif, ternyata tidak berdiri sendiri, karena ada qarinah yang menguatkan melalui riwayat Asma` binti Umais yang menguatkan hadits tersebut. Sehingga ulama modern sekelas Nasiruddin Al-Bani sekalipun meng-hasankan hadits tersebut sebagaimana tulisan beliau `hijab wanita muslimah`, `Al-Irwa`, shahih Jamius Shaghir dan `Takhrij Halal dan Haram`.

e. Perintah Kepada Laki-laki untuk Menundukkan Pandangan.
Allah SWt telah memerintahkan kepada laki-laki untuk menundukkan pandangan . Hal itu karena para wanita muslimah memang tidak diwajibkan untuk menutup wajah mereka.

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: `Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.

Dalam hadits Rasulullah SAW kepada Ali ra. disebutkan bahwa,

Janganlah kamu mengikuti pandangan pertama dengan pandangan berikutnya. Karena yang pertama itu untukmu dan yang kedua adalah ancaman/dosa.
.

Bila para wanita sudah menutup wajah, buat apalagi perintah menundukkan pandangan kepada laki-laki. Perintah itu menjadi tidak relevan lagi.